Rabu 21 Jul 2021 20:27 WIB

Studi: Siswi di Inggris Alami Kondisi Mental Lebih Buruk

Studi ini melaporkan efek penutupan sekolah pada kesejahteraan remaja di Inggris.

Rep: Santi Sopia/ Red: Qommarria Rostanti
Sebuah studi di JCPP Advances  mengadakan survei untuk mengetahui faktor situasional yang terkait dengan kesehatan mental para siswa (ilustrasi).
Foto: EPA
Sebuah studi di JCPP Advances mengadakan survei untuk mengetahui faktor situasional yang terkait dengan kesehatan mental para siswa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sebuah studi di JCPP Advances menyurvei siswa sekolah di seluruh Inggris Selatan selama penutupan sekolah periode pertama selama Covid-19. Tujuannya, untuk mengetahui faktor situasional yang terkait dengan kesehatan mental para siswa.

Sebanyak 11.765 siswa berusia 8–13 tahun menyelesaikan survei pada Juni–Juli 2020, termasuk pertanyaan tentang kesehatan mental, indikator risiko, dan akses ke penyediaan sekolah. Murid yang belajar di rumah dibandingkan dengan mereka yang mengakses ketentuan di sekolah, terkait risiko dan faktor kontekstual serta hasil kesehatan mental. 

Para peneliti berhasil menangkap reaksi dari beragam kelompok siswa selama periode penutupan sekolah parsial pertama di Inggris. "Hasil kami menyoroti faktor risiko yang sudah ada, serta keadaan relevansi yang meningkat selama penutupan yang terkait dengan kesehatan mental dan kesejahteraan siswa," kata penulis utama studi dari Oxford University, di Inggris, Karen L Mansfield, PhD, dilansir di laman Medical News Net, Rabu (21/7).

Studi melaporkan efek penutupan sekolah pada kesejahteraan remaja. Hasilnya, murid yang paling mungkin melaporkan kesehatan mental lebih buruk adalah siswa perempuan, pernah mengalami kemiskinan makanan, serta mereka yang sebelumnya telah mengakses dukungan kesehatan mental. Golongan siswa itu berada pada risiko terbesar untuk depresi, kecemasan, dan penurunan kesejahteraan. 

Murid yang orang tuanya pergi bekerja dan mereka yang mempersiapkan ujian nasional pada tahun ajaran berikutnya juga berisiko lebih tinggi. Murid yang mengakses penyediaan di sekolah memiliki kesehatan mental yang lebih buruk, bergantung faktor kontekstual latar belakang.

Kelompok risiko yang diidentifikasi akan mendapat manfaat dari kurikulum dukungan yang luas untuk pendidikan dan kesejahteraan. Pada Maret 2020, lockdown nasional di Inggris pertama dimulai dan sekolah ditutup kecuali untuk anak-anak yang orang tuanya adalah pekerja esensial. Semua murid lainnya diberikan berbagai tingkat dukungan pendidikan selama di rumah. 

Mulai 1 Juni, siswa di beberapa kelompok usia juga diundang kembali ke sekolah, seperti mereka yang mendekati ujian nasional utama. Ini menyiratkan bahwa mereka yang ditawarkan tempat di sekolah bisa lebih berisiko mengalami kesulitan kesehatan mental dibandingkan mereka yang tetap tinggal di rumah karena satu atau lebih alasan; baik karena mereka memenuhi kriteria "kerentanan", karena orang tua mereka menjalankan peran penting di luar rumah keluarga, atau karena mereka perlu mempersiapkan ujian nasional pada tahun ajaran mendatang.

Kesimpulannya, kesehatan mental yang buruk selama penutupan sekolah ditetapkan sebagai faktor risiko. Akan tetapi,  faktor kontekstual lebih lanjut yang relevan selama pandemi memiliki dampak negatif pada kesejahteraan. Penting untuk memastikan bahwa dukungan pendidikan dan sosial yang tepat dapat diberikan kepada siswa, baik di rumah atau di sekolah selama penguncian berikutnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement