REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Pendidikan vokasi paling terdampak ketika pandemi Covid-19 muncul karena terganggunya proses magang dan pelatihan.
"Ketika pandemi muncul pendidikan vokasi paling terdampak karena anak-anak yang kita harapkan bisa melaksanakan kerja praktik magang, internship, mengikuti berbagai pelatihan, akhirnya tidak bisa ikut," kata Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kemenko PMK RI R. Agus Sartono dalam diskusi dalam jaringan Litbang dan Inovasi untuk Indonesia Maju di Jakarta, Selasa (3/8).
Ia menuturkan berdasarkan peta jalan revitalisasi pendidikan vokasi yang dikembangkan sebelumnya, ditargetkan lima ribu SMK bisa direvitalisasi dan 500 politeknik diharapkan bisa terbangun setidaknya selama lima tahun ke depan.Namun, ketika pandemi muncul, proses revitalisasi itu terhambat karena tentunya sumber daya sekarang ini dialihkan untuk penanganan COVID-19 terlebih dahulu.
Dampak lain dari pandemi COVID-19 adalah para peserta didik SMK tidak bisa mengikuti magang di perusahaan padahal praktik kerja itu adalah faktor yang paling penting dalam rangka menyiapkan sumber daya manusia berkualitas.Persoalan lain adalah setiap tahun ada 3,7 juta lulusan SLTA, yang mana 1,9 juta lulusan bisa masuk perguruan tinggi sedangkan 1,8 juta lulusan yang kebanyakan anak-anak SMK terpaksa masuk ke pasar kerja.
Perguruan tinggi meluluskan setidaknya 1,3 juta lulusan sehingga setiap tahun setidaknya ada 3,1 juta pencari kerja baru."Begitu pandemi datang, ekonomi melambat, penyerapan tenaga kerja jelas pasti berkurang, inilah tantangan kita yang sangat besar belum lagi kita bicara capaian pendidikan karena pendidikan dilaksanakan secara daring," ujar Agus.