
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ridwan Saidi, Budayawan dan Sejarawan Betawi.
Banyak yang sudah letih melihat "ritualisme" politik di mana partai politik sibuk persembahkan narasi dukungan kepada penguasa. Sampai sempat ada yang berucap, "Tak ada pertumbuhan ekonomi juga tidak kenapa-napa?
"Ritualisme" politik yang baru saja kita lihat juga terjadi pada masa Orde Lama dan Orde Baru. Dan memang sejarah negara tanpa partai pernah kita lintasi.
Semua itu terlihat misalnya:
1. Pada tahun 1918. Dari 60 anggota Volksraad, 20 dipilih dari calon perorangan.
2. Mei 1945. Dokoritsu Zyunbi Tsosakai, Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, semua anggotanya perorangan
3. 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia anggotanya juga berasal dari perorangan.
4. Oktober/November 1945, Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan daerah anggotanya juga perorangan. Dan memang UUD 1945 asli tidak mengatur soal partai politik.
5. 1947, Senat RIS anggotanya pun berasal dari perorangan.
7. Era Reformasi, Dewan Perwakilan Daerah anggotanya juga berasal dari perorangan.
Lembaga partai paling tak populer di mata Soekarno. Ini terungkap dalam pidatonya Februari 1957 tatkala mengantar Konsepsi Presiden. BK mengatakan, kuburkan partai-partai. Ia mencela praktik "dagang sapi" partai-partai politik.
Nah, kini memang memerlukan kontemplasi dan diskusi yang mendalam dalam rangka menatap Indonesia ke depan. Negeri yang kita cintai entah mau jadi apa?