REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kerontokan rambut atau bahkan kebotakan menjadi salah satu masalah yang banyak dikeluhkan baik oleh perempuan maupun laki-laki. Sebuah studi terbaru menemukan bahwa sel punca atau sel stem berperan dalam kerontokan rambut, yang artinya sel tersebut juga menjadi kunci untuk mengatasi kerontokan.
Para peneliti dari Northwestern University mengungkap bagaimana sel stem dapat kehilangan daya rekatnya dari folikel rambut. Mereka menggunakan tikus hidup sebagai model penelitian, melibatkan folikel rambut, sel punca, dan green fluorescent protein (GFP), yakni sekelompok protein dengan struktur mirip satu sama lain yang berpendar hijau apabila disorot cahaya biru. Itu semua memungkinkan para ilmuwan mengamati eksperimen menggunakan laser gelombang panjang.
Dengan mengamati folikel rambut yang sama selama berhari-hari, para peneliti dapat melihat keseluruhan proses degradasi. Saat folikel rambut melewati siklus alami hidup dan mati, populasi besar sel punca diperkirakan tetap bersarang secara permanen di dalamnya untuk terus memproduksi sel folikel rambut, tetapi penyelidikan tim menunjukkan bahwa beberapa sel sebenarnya melepaskan diri.
Menurut para ilmuwan, proses melepaskan diri ini dipicu oleh sel-sel stem yang kehilangan daya rekatnya yang kemudian menahan mereka di area tonjolan, lapisan kulit di bawah epidermis. Di sini, kondisinya tidak begitu ramah untuk pergerakan sel punca, jadi kebanyakan dari mereka tidak bertahan hidup.
“Hasilnya semakin sedikit sel punca di folikel rambut untuk menghasilkan rambut, ini menyebabkan rambut menipis dan akhirnya seseorang mengalami kebotakan selama penuaan,” kata penulis utama Rui Yi seperti dikutip dari New Atlas, Kamis (28/10).
Untuk menyelidiki alasan di balik fenomena ini, para ilmuwan menganalisis tingkat ekspresi gen dalam sel induk folikel pada tikus muda dan tua, dan menemukan tingkat yang lebih rendah pada spesimen yang lebih tua. Mereka kemudian dapat menunjukkan dengan tepat sepasang gen, yang disebut FOXC1 dan NFATC1 yang muncul sebagai bagian integral dari proses tersebut.
Menghilangkan gen-gen ini pada model tikus membawa beberapa hasil yang menarik, dengan kerontokan rambut yang cepat dimulai pada usia empat bulan, dan tikus menjadi benar-benar botak dalam waktu 12 hingga 16 bulan. Dengan menggunakan pencitraan langsung, tim dapat benar-benar menangkap sel punca individu yang melepaskan diri.
“Kami percaya mekanisme pelepasan sel induk ini belum pernah dilaporkan sebelumnya, karena tidak ada yang bisa melacak proses penuaan pada hewan hidup,” kata Yi.
Seperti diketahui, folikel rambut semakin mengecil sebagai bagian dari proses penuaan, yang diduga oleh para ilmuwan adalah hasil dari sel-sel yang mati atau tidak dapat membelah serta bertambahnya usia. Mekanisme pelepasan baru ini menambah pengetahuan seputar penuaan dan kerontokan rambut, dan sebagai bagian dari penelitian berkelanjutan mereka. Kini, para ilmuwan menyelidiki bagaimana mengembalikan gen FOXC1 dan NFATC1 sebagai upaya untuk membalikkan proses tersebut.