Ahad 31 Oct 2021 07:52 WIB

STEI SEBI Lahir dari Cita-cita Irasional 23 Tahun Lalu

SEBI harus berani mencita-citakan sesuatu yang mustahil 23 tahun ke depan.

Drs Charmeida Tjokrosuwarno mewakili Dewan Pendiri STEI SEBI.
Foto: Dok STEI SEBI
Drs Charmeida Tjokrosuwarno mewakili Dewan Pendiri STEI SEBI.

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- STEI SEBI menggelar tasyakuran milad yang ke-23 dalam suasana yang penuh suka cita, Jumat (29/10). Drs Charmeida Tjokrosuwarno mewakili Dewan Pendiri dalam sambutan refleksinya menyampaikan pesan tentang perintah bersyukur dari Allah SWT yang sangat banyak dalam Alquran. 

Menurutnya, tasyakuran merupakan sebuah kalimat yang memiliki makna, kalau dalam bahasa kamera, bukan snap shot, bukan pula foto, melainkan sebuah video (continuous). “Jadi bersyukur itu adalah sebuah proses continuous (tidak pernah berhenti),” kata Charmeida dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Ia  menambahkan, “Memahami tasyakuran pada pagi hari ini, kita kembali pada sebuah mimpi. Ketika kita mengawali STEI SEBI dalam wujud sebuah training di mana masyarakat saat itu masih phobia dengan kata-kata syariah, kita tidak menjual sebuah produk, kita tidak menjual sebuah jasa, tapi kita menjual mimpi. Hal itu senada dengan ungkapan Steve Jobs: ‘Don’t sell The Products, but sell The Dream.’”

Lebih dalam lagi, kata dia,  yang dilakukan Rasulullah SAW selama 13 tahun di kota Mekah itu adalah menjual mimpi di dalam dunia yang sangat materialis. “Mimpi beyond the life, kehidupan yang jauh lebih baik dan jauh lebih penting dibandingkan kehidupan di dunia,” ujarnya.

Selanjutnya disampaikan pula bahwa dalam mars STEI SEBI yang ia  selalu ingat adalah menjadikan negeri ini sejahtera. Menurutnya, itu adalah sebuah proses bersyukur. “Oleh karena itu kita tidak menjual sebuah end products, tetapi sebuah mimpi yang tidak ada batasnya,” kata Charmedia. 

Di dalam kesempatan ini, ia menambahkan,  ‘’refleksi yang pantas untuk kita renungkan adalah apakah kita sudah menjual dengan baik mimpi-mimpi kita, apakah mimpi-mimpi kita sudah kita kemas dengan baik, apakah kita sudah mempunyai sebuah rencana strategis yang besar?”

Menurut Charmeida, merefleksikan STEI SEBI 23 tahun bukan hanya melihat apa yang sudah dicapai, tetapi juga melihat apa yang seharusnya dicapai, dan  apa yang seharusnya diberikan. “Oleh karena itu dalam kesempatan yang berbahagia ini, secara fisik material kita bersyukur, tetapi secara emosional hendaklah kita selalu mempunyai adrenalin untuk merasakan sesuatu yang irasional. Tidak mungkin saat itu kita mendirikan SEBI kalau kita rasional, tidak mungkin kita membuat training-training syariah kalau kita rasional. Hal itu terjadi karena kita irasional dalam konteks material tetapi rasional di dalam konteks spiritual,” paparnya.

Oleh karena itu, sekarang STEI SEBI juga harus berpikir sesuatu yang mustahil. “Kalau kita bercita-cita sesuatu yang tidak mustahil, itu mudah orang banyak bisa melakukan. Tetapi ketika kita mencita-citakan sesuatu yang mustahil, itulah challenge untuk 23 tahun SEBI dan untuk tahun ke depan,” tegasnya.

Chrmeida berharap, semoga apapun upaya kita yang dilakukan oleh civitas akademika STEI SEBI, sekecil apapun kontribusi tersebut, tentu akan dibalas dengan kebaikan. “Oleh karena itu mudah-mudahan refleksi 23 tahun STEI SEBI ini menjadi sebuah momentum ke depan untuk bisa lebih baik bermimpi sesuatu yang mustahil tetapi bisa kita realisasikan,” kata Charmeida.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement