REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap tahun, 38 ribu orang Inggris didiagnosis menderita kanker paru. Kebanyakan orang yang terdiagnosis berusia lebih dari 60 tahun dan sedang atau pernah menjadi perokok.
Untuk non-perokok, menjadi perokok pasif dapat meningkatkan risiko kanker paru hingga 30 persen. Faktor risiko lainnya termasuk radiasi dan paparan asbestos.
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Penyakit Kanker dan Kelainan Darah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Aldrin Neilwan pada Februari lalu mengungkapkan bahwa data Globocan 2020 mencatat bahwa kematian karena kanker paru di Indonesia meningkat menjadi 30.843 orang dengan kasus baru mencapai 34.783 kasus. Kanker paru merupakan penyakit mematikan di dunia setelah kanker payudara dengan prevalensi mencapai 11,4 persen.
"Oleh sebab itu, upaya terpenting yang harus dilakukan bukan lagi mengobati namun upaya preventif atau pencegahan yang menjadi prioritas," jelas Aldrin.
Upaya pencegahan tidak hanya menerapkan gaya hidup sehat. Melakukan skrining atau tes, menurut Aldrin, penting terutama bagi mereka yang memiliki faktor risiko tinggi terkena penyakit kanker.
Indonesia juga baru kehilangan dua anak bangsa terbaiknya, atlet Verawaty Fajrin dan mantan penyiar TVRI yang juga politikus Max Sopacua, akibat kanker paru. Apa yang terjadi ketika tubuh terserang kanker paru?
Bentuk paling umum dari kanker paru ada di saluran udara yang menuju ke paru-paru. Jika tumor menghalangi saluran udara, penderitanya akan merasa sesak napas, mengi, dan batuk terus-menerus, bisa jadi batuk berdarah dan berdahak.
Dilansir laman Express.co.uk, Senin (22/11), tumor yang terletak di bagian atas paru-paru dapat membuat tekanan pada saraf dan pembuluh darah yang masuk ke lengan dan bahu. Orang yang menderitanya akan merasakan sakit dan kelemahan pada anggota badan tersebut.