REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Jazilul Fawaid meminta Densus 88 Antiteror Polri membongkar seluruh jejaring teroris yang ada di Indonesia. Hal ini menyusul ditangkapnya sejumlah ulama yang diduga terlibat dalam jaringan kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI).
"Kami berharap Densus 88 terus berupaya membongkar jejaring terorisme di Indonesia," ujar Jazilul lewat keterangan tertulisnya, Selasa (23/11).
Ia menegaskan, penangkapan ketiga tersangka terorisme tersebut sudah sesuai prosedur dan berdasarkan bukti kuat. Mengingat, Densus 88 tidak akan melakukan penangkapan apabila tidak memiliki bukti.
"Selain itu juga ditemukan bukti-bukti dokumen yang menguatkan dugaan keterlibatan ketiga tersangka dalam jaringan teroris. Jadi Densus tidak main asal tangkap dan sudah memenuhi prosedur dalam penangkapan," ujar Jazilul.
Ia mengungkapkan, Densus 88 telah bekerja secara profesional selama ini. Namun, lembaga tersebut juga harus hati-hati dalam pengembangan kasus terorisme, agar tidak dianggap sebagai bentuk kriminalisasi ulama.
Apalagi, penangkapan dua orang di antaranya merupakan sosok yang menjadi bagian dari Majelis Ulama Indonesia. Bahkan salah satunya disebut sempat bertemu Presiden Joko Widodo untuk dimintai masukan.
"Jadi kami berharap dengan penangkapan ini, Densus 88 bisa menelusuri lebih jauh jejaring teroris di Indonesia, apakah jaringan terorisme sudah masuk ke kementerian dan lembaga negara, aparat TNI dan POLRI, BUMN, dan sebagainya sehingga kita bisa mengantisipasi serta melakukan pencegahan," ujar Wakil Ketua MPR itu.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Anwar Abbas mendukung kerja Densus 88 memberantas teroris di negeri ini. Meski demikian, Densus harus teliti dan tidak boleh asal tangkap orang tanpa data dan informasi lengkap.
"Saya setuju Densus 88 bekerja dan menangkap para teroris, tapi jangan main tangkap-tangkap saja," kata Anwar Abbas melalui keterangan tertulisnya kepada Republika, Selasa (23/11) lalu.
Anwar mengingatkan, sebelum menangkap atau menetapkan seseorang sebagai tersangka teroris, Densus 88 harus punya bukti kuat. Sebab, Densus tidak boleh melanggar hak asasi manusia yang diatur dalam konstitusi ketika menjalankan pekerjaannya. "Harus kuat dasar dan faktanya," katanya.