Rabu 09 Feb 2022 20:32 WIB

Aturan Isolasi Baru CDC Diduga Jadi Sebab Melonjaknya Angka Covid-19 di AS

CDC mengubah kebijakan baru terkait lamanya isolasi Covid-19.

Rep: Santi Sopia/ Red: Nora Azizah
Pakar penyakit meyakini kebijakan CDC memicu penularan di rumah sakit saat karyawan yang terinfeksi kembali bekerja.
Foto: www.pixabay.com
Pakar penyakit meyakini kebijakan CDC memicu penularan di rumah sakit saat karyawan yang terinfeksi kembali bekerja.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mengumumkan aturan isolasi yang lebih longgar untuk petugas kesehatan pada Desember lalu. Hal itu sekaligus untuk menanggulangi kekurangan staf di rumah sakit.

Akan tetapi tak lama kemudian, jumlah pasien rawat inap yang tertular Covid-19 semakin meningkat. Pakar penyakit meyakini kebijakan CDC memicu penularan di rumah sakit saat karyawan yang terinfeksi kembali bekerja.

CDC mengejutkan banyak ahli penyakit ketika bulan lalu mengumumkan petugas kesehatan dapat kembali bekerja tujuh hari setelah dites positif Covid-19. Masa itu lebih singkat dari rekomendasi sebelumnya, yakni 10 hari.

Kebijakan ini berlaku untuk orang yang tidak menunjukkan gejala, atau yang gejalanya ringan, sedang membaik, dan hasil tesnya negatif dalam waktu 48 jam setelah kembali bekerja. Tetapi CDC mengatakan periode isolasi dapat dikurangi lebih banyak lagi hingga lima hari apabila terjadi kekurangan staf. 

Dalam hal ini, petugas kesehatan tidak perlu melakukan tes di luar isolasi. Pada skenario krisis, ketika tidak ada lagi staf yang cukup untuk memberikan perawatan pasien yang aman, tidak akan ada batasan kerja sama sekali, menurut CDC.

Hampir seperempat rumah sakit AS melaporkan kekurangan staf yang kritis, menurut data terbaru dari Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan (HHS) AS. Sering kali, itu berarti harus memilih antara merawat pasien yang sakit dan mengizinkan karyawan terinfeksi untuk kembali bekerja. Hal itu meskipun rumah sakit dapat memutuskan sendiri apa yang merupakan kekurangan kritis, menurut laporan NPR.

"Ini jadi sedikit drama pandemi. Anda membuat keputusan untuk membawa petugas kesehatan kembali ketika mereka sakit," kata Susan Butler-Wu, profesor patologi klinis di University of Southern California kepada Insider bulan lalu. "Saya tidak berpikir data mendukung itu,” ujar dia, dilansir dari Fox News, Rabu (9/2/2022).

Sepekan setelah pengumuman CDC pada 23 Desember, jumlah total pasien rawat inap yang tertular Covid-19 setidaknya dua pekan setelah dirawat di rumah sakit naik 80 persen. Angkanya dari sekitar 1.200 menjadi 2.200 pasien, menurut data HHS.

Dr Jorge Caballero, ilmuwan data dari Coders Against COVID nirlaba mengatakan pasien-pasien itu awalnya datang ke rumah sakit untuk sesuatu selain Covid dan kemudian ternyata positif. Satu-satunya tempat di mana mereka mungkin terkena Covid adalah di rumah sakit. “Karena di sanalah mereka berada dan mereka tidak memilikinya sejak awal,” kata Caballero.

Jeremy Faust, dokter pengobatan darurat di Brigham and Women's Hospital, mengatakan banyak rumah sakit menerapkan rekomendasi CDC sebelum mereka mencapai kekurangan staf yang kritis. Jika itu pilihan antara tidak ada dan seseorang yang kembali bekerja sedikit lebih cepat dari yang seharusnya dan memakai APD, maka ia akan mengambil opsi terakhir. 

"Tapi kita tidak boleh melakukan itu kecuali benar-benar diperlukan karena membawa orang kembali bekerja lebih cepat meningkatkan risiko penyebaran. Anda harus memutuskan apakah peningkatan risiko itu sepadan. Dalam banyak kasus, tidak,” ujarnya.

Penularan Omicron tidak sepenuhnya menjelaskan peningkatan tajam Covid-19 di rumah sakit. Penularan di rumah sakit juga meningkat di tingkat lokal.

"Ketika kami melihat secara khusus pada sistem rumah sakit besar di mana ada implementasi cepat dari kebijakan CDC baru, kami melihat lompatan besar ini," kata Caballero.

Pada 31 Desember, Departemen Kesehatan Rhode Island memperbarui panduan isolasinya untuk mengikuti rekomendasi baru CDC. Itu berlaku bagi pekerja rumah sakit dan panti jompo. Dalam hitungan hari, jumlah pasien rawat inap yang tertular Covid-19 selama dirawat di rumah sakit melonjak tajam.

Caballero menekankan ada beberapa penjelasan untuk lonjakan cepat pasien rawat inap yang tertular Covid-19. Hal yang berubah adalah kebijakan CDC yang memperpendek periode isolasi itu.

Caballero menambahkan jika sebuah rumah sakit memiliki langkah-langkah pengendalian infeksi yang baik, maka seharusnya tidak melihat peningkatan besar dalam infeksi di lingkungan rumah sakit.

Insider juga mencoba berbicara dengan empat perawat, dua di Kentucky, satu di Florida, dan satu lagi di wilayah Atlantik tengah. Merek diperintahkan untuk bekerja saat masih punya gejala Covid-19. Banyak dari mereka takut menginfeksi pasien, tetapi juga khawatir memakai masker tebal dan ketat selama berjam-jam ketika mereka sudah sesak napas.

Caballero mengatakan, Omicron menyisakan sedikit ruang untuk kesalahan dalam hal pemakaian masker. Bahkan petugas kesehatan yang mengenakan masker protektif seperti N95 mungkin masih membocorkan partikel infeksius saat batuk atau bersin. Caballero menyebutkan tidak realistis untuk berasumsi bahwa masker dapat dipakai setiap detik dalam shift.

Ketika dokter, perawat perlu makan, tentu perlu melepas masker. Dan virus bisa langsung menyebar di udara. Itu bisa bertahan lama atau berjam-jam di ruangan. Apa pun skenarionya, kata para ahli, rekomendasi CDC yang baru selalu membawa risiko lebih banyak penularan di rumah sakit. 

“Kami tidak bisa terus melihat ke arah lain. Kita perlu melakukan yang benar oleh semua orang yang terlibat, pasien, keluarga pasien, dan dokter serta perawat,” ungkap Caballero.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement