REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Diabetes merupakan masalah kesehatan yang bisa mengancam jiwa bila tak dikelola. Ironisnya, ada cukup banyak penderita diabetes yang tak menyadari kondisi mereka.
Di Amerika Serikat misalnya, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mengungkapkan bahwa ada 37 juta warga yang mengidap diabetes. Namun satu dari lima orang penderita diabetes tak menyadari bahwa mereka mengidap penyakit tersebut.
"Dalam 20 tahun terakhir, jumlah orang dewasa yang terdiagnosis dengan diabetes telah melonjak lebih dari dua kali lipat," jelas CDC, seperti dilansir Eat This Not That, Rabu (1/6/2022).
Menurut dr J Wes Ulm, diabetes bisa mengancam nyawa baik secara akut maupun secara kronis. Secara akut, diabetes bisa berbahaya bila kadar gula darah sangat tinggi hingga menyebabkan ketoasidosis diabetik (DKA) atau sindrom hiperglikemik hiperosmolar (HHS).
Ketika DKA atau HHS terjadi, ada beberapa indikator yang patut diwaspadai. Sebagian di antaranya adalah dehidrasi dan disregulasi fisiologis seperti terus-menerus merasakan haus yang hebat atau berkemih secara berlebih. Rasa lapar berlebih dan nyeri perut juga bisa menjadi tanda yang patut diperhatikan.
Bila DKA atau HHS berada pada tahap yang mengancam jiwa, pasien khususnya pasien anak akan mengalami gejala yang lebih berat. Misalnya, kebingungan, kelesuan, nyeri perut yang semakin parah, muntah, dan hiperventilasi.
Sedangkan secara kronis, diabetes bisa berbahaya bila kadar gula darah memicu kerusakan pada pembuluh darah kecil dan besar. Kondisi ini akan berdampak pada timbulnya berbagai kerusakan jaringan dan organ, seperti pada ginjal, retina, dan saraf.
Dr Ulm mengatakan diabetes itu sendiri terdiri dari beberapa jenis. Sebagian di antaranya adalah diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, dan diabetes gestasional atau diabetes yang terjadi pada saat kehamilan.
Diabetes tipe 1 merupakan penyakit autoimun di mana sistem imun tubuh justru menyerang Islets of Langerhans atau sel-sel beta-islet di pankreas yang berperan dalam memproduksi hormon insulin. Tanpa adanya insulin, banyak sel-sel di dalam tubuh tidak bisa menggunakan glukosa di dalam darah.
Sedangkan pada diabetes tipe 2, Islets of Langerhans bisa memproduksi insulin. Akan tetapi, sel-sel tubuh tidak begitu sensitif terhadap hormon insulin sehingga tak bisa menggunakan glukosa secara efektif.
"Umumnya, (diabetes tipe 2) dialami orang dewasa, namun saat ini semakin banyak terlihat pada anak juga, khususnya pada anak obesitas," ujar dr Ulm.
Secara umum, beragam kondisi mengancam jiwa terkait diabetes disebabkan oleh kadar gula darah yang tak terkontrol. Oleh karena itu, penting bagi para penderita diabetes untuk mengontrol kadar gula darah mereka.
Untuk diabetes tipe 1, kadar gula darah perlu dikontrol lewat penggunaan insulin sesuai dosis yang dianjurkan dokter dan pengecekan kadar gula darah secara rutin, sebanyak beberapa kali dalam sehari. Namun, saat ini sudah ada teknologi yang dapat mempermudah pasien diabetes tipe 1 untuk memantau fluktuasi kadar gula darah mereka. Salah satunya adalah patch sekali pakai yang disertai dengan sensor.
Pada diabetes tipe 2, pengecekan kadar gula darah setiap hari tak dibutuhkan. Namun, pemantauan kadar gula darah secara berkala tetap perlu dilakukan. Pengelolaan kadar gula darah pada penyandang diabetes tipe 2 umumnya menggunakan berbagai variasi obat yang perlu dikonsumsi secara teratur sesuai anjuran dokter. Beberapa obat yang digunakan adalah metformin, sulfonilurea, dan tiazolidindion. Penggunaan obat ini bertujuan untuk menurunkan resistensi insulin.
Selain itu, penyandang diabetes tipe 2 juga perlu melakukan berbagai perbaikan gaya hidup. Misalnya, memperbaiki pola makan dan menurunkan kelebihan berat badan.
Selain itu, baik penyandang diabetes tipe 1 maupun tipe 2, perlu memantau kadar gula darah mereka lewat tes HbA1c. Tes darah ini dapat memberikan gambaran mengenai seperti apa kontrol kadar gula darah seseorang dalam kurun waktu beberapa bulan ke belakang.