REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Heri Gunawan menilai perlu banyak elaborasi terkait poin-poin yang ada dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Hal itu, menurut dia, agar sebuah produk UU yang dihasilkan memiliki muatan yang komprehensif khususnya mengatur terkait ekonomi nasional.
"Misalnya dalam mengelola marketplace yang tidak mudah, banyak risiko sehingga perlu ada elaborasi dari Undang-Undang Perbankan (UU nomor 10 tahun 1998) dalam RUU P2SK," kata Heri Gunawan.
Pernyataan itu ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg dengan Himpunan Bank Milik Negara (HIMBARA) dan Perhimpunan Bank Nasional (PERBANAS) dalam rangka Harmonisasi RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (18/8/2022).
Dia menjelaskan, dalam RUU P2SK ada poin terkait kelonggaran bank untuk mengelola platform marketplace sehingga perlu melihat aturan mengenai perbankan digital. Heri mencontohkan dalam UU Perbankan sudah dijelaskan mengenai definisi bank dan kegiatan usaha yaitu dalam Pasal 1 dan Pasal 6.
"Lalu tadi dari catatan Perbanas disampaikan mengenai masalah UMKM dan penyesuaian suku bunga kredit pinjaman," katanya.
Menurut dia, saat ini UMKM menjadi primadona bahkan melihat rasionya mencapai 20 persen, meskipun belum memenuhi target yang disampaikan Presiden Joko Widodo yaitu sebesar 30 persen. Politisi Partai Gerindra itu menjelaskan, beberapa poin masukan perlu dimasukkan dalam RUU tersebut sehingga menjadi draf akhir Baleg untuk dibahas di tingkat komisi.
Dalam RDPU tersebut, Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya menjelaskan DPR RI dalam menyusun sebuah RUU tidak reaktif atau by response tapi berdasaran kebutuhan saat ini dan ke depan sehingga menjadi pondasi untuk bangsa Indonesia di masa mendatang. Karena itu, menurut dia, apa yang dilakukan Baleg DPR dalam mengharmonisasikan RUU P2SK bertujuan untuk kemaslahatan bangsa Indonesia.