REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Arif Satria mengatakan, perguruan tinggi negeri tanah air bukan hanya bersaing dengan perguruan tinggi luar negeri, melainkan dengan Google dan lembaga microcredential. Karena itu, ia mendorong, Indonesia menyiapkan payung hukum pendidikan yang dapat mengakomodasi tren pendidikan global saat ini.
"Kita lihat IPB, UI, ITB, UB itu, bukan lagi bersaing dengan perguruan tinggi luar negeri, persaingan kita dengan Google, dengan lembaga microcredential. Mereka itu menyediakan paket-paket empat, lima, enam bulan yang bisa memberikan skill yang nyata," ujar Arif dalam diskusi yang digelar ICMI secara daring, dikutip Kamis (15/9/2022).
Dalam program pendidikan Google, Arif mengatakan, peserta program itu akan mengikuti proses pembelajaran selama kurang lebih enam bulan dan kemudian bisa langsung mendapatkan kerja. Lalu ada juga skenario "My University" di dalam dunia pendidikan global.
Skenario itu memungkinkan mahasiswa mendesain kurikulumnya sendiri dalam sebuah perguruan tinggi. Hal itu dilakukan karena anggapan mahasiswa yang tahu masa depannya dan tahu kemampuan apa yang mereka butuhkan.
Arif mengatakan, contoh-contoh itu menunjukkan dunia pendidikan secara global sudah berkembang jauh. "Perkembangan dunia pendidikan sudah sedemikian rupa di luar itu. Ini kita Indonesia masih jauh? Tapi ini kan sebentar lagi jadi kenyataan, dan kita harus siapkan untuk mengantisipasi," kata dia.
Hal itulah yang membuat dia merasa payung hukum pendidikan di Indonesia harus dapat mengakomodasi tren pendidikan global. "Pertanyaannya instrumen hukum, payung hukum legislasi di Indonesia, bisa mengakomodasi ini semua, bisa mengakomodasi tren yang sudah ada ini, yang sudah menjadi tren global," kata dia.