REPUBLIKA.CO.ID,AMMAN -- Pemerintah Kerajaan Hasyimiyah Yordania menegaskan, Israel tidak memiliki kedaulatan atas Masjid Al-Aqsa dan kawasan suci Al-Haram Al-Sharif di Yerusalem. Penegasan ini disampaikan menyusul aksi provokatif Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, yang kembali menyerbu kawasan Masjid Al-Aqsa pada Ahad (3/8/2025) dengan dikawal pasukan kepolisian Israel.
Kementerian Luar Negeri dan Ekspatriat Yordania mengecam keras tindakan Ben-Gvir. Juru bicara kementerian, Duta Besar Sufyan Al-Qudah, menyebut aksi itu sebagai pelanggaran nyata terhadap hukum internasional dan hukum humaniter internasional, serta bentuk provokasi yang tidak dapat diterima dan sangat berbahaya.
"Israel tidak memiliki kedaulatan atas Masjid Al-Aqsa yang diberkahi dan Tanah Suci," ujar Al-Qudah dalam pernyataan resmi yang dikutip Kantor Berita Yordani (Petra) dan dilansir Saba, Senin (4/8/2025).
Ia menjelaskan, Masjid Al-Aqsa yang mencakup area seluas 144 dunam adalah tempat ibadah eksklusif bagi umat Islam. Karena itu, pengelolaan dan pengaturan tempat suci ini sepenuhnya berada di bawah otoritas Dewan Wakaf Quds dan Departemen Urusan Masjid Al-Aqsa, yang bernaung di bawah Kementerian Wakaf, Urusan Islam, dan Situs Suci Yordania.
Al-Qudah juga menyoroti penggerebekan berulang kali oleh para pemukim Israel ke dalam kawasan masjid yang difasilitasi oleh polisi pendudukan Israel. Ia menyebut hal ini sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap status quo sejarah dan hukum Masjid Al-Aqsa.
"Tindakan-tindakan ini merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap status quo historis dan hukum masjid dan tempat suci tersebut, upaya untuk memaksakan pemisahan temporal dan spasial, dan penodaan kesuciannya," katanya.
Yordania, lanjut Al-Qudah, mengecam keras tindakan menteri ekstremis Ben-Gvir dan menyerukan kepada pemerintah Israel agar menghentikan semua bentuk provokasi di wilayah pendudukan, termasuk pelanggaran terhadap tempat suci Islam dan Kristen di Yerusalem.
Kebijakan agresif pemerintah Israel dinilai hanya akan memperkeruh situasi dan meningkatkan ketegangan di kawasan. Yordania juga memperingatkan potensi dampak serius dari pelanggaran berulang ini terhadap stabilitas regional dan hubungan antarumat beragama.