Jumat 14 Oct 2022 02:00 WIB

Jenis Musik yang Direkomendasikan Psikiater untuk Hilangkan Kecemasan dan Depresi

Musik terkenal sebagai salah satu bentuk seni yang punya sifat menyembuhkan.

Mendengarkan musik (ilustrasi). Mendengarkan musik atau sesuatu yang membuat senang bisa membuat tubuh lebih rileks dan mengurangi kecemasan.
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis kesehatan jiwa Erickson Arthur Siahaan mengatakan perawatan diri (self care) perlu dilakukan agar terhindar dari kecemasan dan depresi. Salah satunya dengan mendengarkan musik yang menenangkan.

"Meskipun kita punya referensi jenis musik yang berbeda-beda, pilihlah jenis musik yang menenangkan dan membuat Anda lebih bersemangat," katanya dalam webinar dengan tema "Bagaimana Sembuh dari Trauma Pandemi Covid-19" yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis (13/10/2022).

Baca Juga

Dr Erickson menjelaskan musik sudah lama dikenal sebagai salah satu bentuk seni yang memiliki sifat menyembuhkan. Mendengarkan musik yang tenang bisa meredakan kecemasan, memperbaiki suasana hati, dan memperlambat detak jantung.

"Sebuah studi di Jerman menyatakan bahwa bernyanyi bersama dengan lagu yang riang, ternyata bisa meningkatkan immunoglobin A untuk daya tahan tubuh," ucapnya.

Dr Erickson mengatakan dengan mendengarkan musik atau sesuatu yang membuat senang bisa membuat tubuh lebih rileks dan mengurangi kecemasan. Selain itu, menulis jurnal tentang apa yang sedang dirasakan dan melakukan relaksasi seperti mengatur pernapasan juga merupakan bentuk perawatan diri untuk menghindari kecemasan.

Menurut dr Erickson, pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada kondisi fisik, tapi juga berdampak pada kondisi psikologis. Orang dapat didera perasaan takut, perubahan nafsu makan, sulit tidur, dan memburuknya masalah kesehatan.

Dr Erickson mengakui tenaga kesehatan adalah kelompok yang paling berisiko mengalami dampak psikologis akibat paparan pandemi Covid-19. Beberapa penyebabnya adalah tuntutan pekerjaan yang tinggi, stigmatisasi, dan rasa takut menularkan virus.

"Stres yang tidak dapat ditoleransi atau dikontrol dengan baik pada beberapa orang bisa menimbulkan trauma atau disebut PTSD (post traumatic stress disorder)," ucap Erickson.

Gangguan stres pascatrauma bisa terjadi jika orang atau petugas kesehatan yang mengalami paparan ekstrem, seperti sering menyaksikan kematian. PTSD juga dapat muncul akibat pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) yang membatasi ruang gerak dalam waktu yang lama.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement