Jumat 14 Oct 2022 01:40 WIB

Pelaku KDRT Bisa Berubah Asalkan Jalani Terapi, Hasilnya Terlihat dalam Berapa Lama?

Tidak ada seorangpun yang terlahir sebagai pelaku kekerasan.

Rep: Eva Rianti/ Red: Reiny Dwinanda
Pasangan suami Istri (Ilustrasi). Pelaku KDRT harus menjalani terapi, salah satunya achieving change through values-based behavior (ACTV), agar tidak lagi melakukan tindak kekerasan.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Pasangan suami Istri (Ilustrasi). Pelaku KDRT harus menjalani terapi, salah satunya achieving change through values-based behavior (ACTV), agar tidak lagi melakukan tindak kekerasan.

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Pelaku tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat menjalani terapi untuk mengubah perilaku kekerasan yang dilakukannya, meski psikolog menyebut kecil kemungkinan perubahannya. Pelaku KDRT membutuhkan waktu terapi sekitar dua tahun atau lebih.

"Terapi perubahan perilaku untuk pelaku KDRT akan membutuhkan proses yang panjang dan tidak sebentar, setidaknya selama satu hingga dua tahun, bahkan lebih, sesuai dengan kondisi pelaku," tutur psikolog klinis dan forensik, Kasandra Putranto, saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (13/10/2022).

Baca Juga

Kasandra menyebut, panjangnya proses terapi pelaku KDRT disebabkan karena pengalaman masa lalu yang pahit akan digali, sehingga sangat melelahkan secara emosional. Pelaku juga harus belajar banyak teknik untuk mengontrol kemarahan serta perasaan tidak menyenangkan yang mungkin berbeda antara satu pelaku dengan pelaku yang lain.

Salah satu jenis terapi yang bisa dijalani oleh pelaku KDRT, yakni achieving change through values-based behavior (ACTV). ACTV merupakan kelas terapi yang melakukan pendekatan dengan membantu pelaku kekerasan menerima dan menyadari perasaan tidak menyenangkan yang menghinggapinya.

"Biasanya para psikolog akan membuat kesepakatan terhadap pelaku terkait jadwal terapi yang harus mereka jalani karena biasanya setiap pelaku membutuhkan waktu terapi yang berbeda-beda," ujarnya.

Kasandra mengatakan, selain untuk menghindari terjadinya kembali kekerasan terhadap korban KDRT, rehabilitasi psikis pelaku juga penting dilakukan karena sejumlah alasan. Jika masalah psikis tersebut tidak segera diidentifikasi dan dipulihkan, ada kemungkinan pelaku juga akan melakukan kekerasan tidak hanya kepada pasangan atau anaknya, tetapi juga orang sekitar.

"Hal ini akan berefek domino, termasuk menyinggung masalah sosial seperti relasi yang buruk dengan orang sekitar, masalah pekerjaan, hingga menimbulkan problem (masalah) lain, seperti kesulitan ekonomi," kata Kasandra seraya mengutip Pasal 50 Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT menyatakan bahwa para pelaku kekerasan harus menjalani konseling dan pemulihan di bawah lembaga tertentu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement