Selasa 24 Dec 2024 12:55 WIB

KDRT Sering Dipicu Masalah Ekonomi, Pemberdayaan Perempuan Dinilai Jadi Kunci

Pendidikan tentang KDRT dinilai harus dimulai dari keluarga, terutama dari orang tua

Rep: Antara/ Red: Qommarria Rostanti
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) (ilustrasi). KDRT yang terjadi di kalangan perempuan sering disebabkan masalah ekonomi sehingga perlu adanya upaya untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi.
Foto: Foto : MgRol112
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) (ilustrasi). KDRT yang terjadi di kalangan perempuan sering disebabkan masalah ekonomi sehingga perlu adanya upaya untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan masalah sosial yang kompleks dan memprihatinkan. Masalah ekonomi sering kali menjadi faktor pemicu terjadinya KDRT, khususnya yang dialami perempuan.

Dalam situasi ekonomi yang sulit, laki-laki yang merasa gagal memenuhi peran sebagai pencari nafkah utama dapat melampiaskan frustrasinya melalui kekerasan terhadap pasangan. Perempuan yang secara ekonomi bergantung pada pasangan menjadi lebih rentan terhadap KDRT karena keterbatasan pilihan dan ketakutan akan dampak ekonomi jika meninggalkan hubungan yang abusif.

Baca Juga

Anggota Komisi XI DPR RI Andi Yuliani Paris mengatakan KDRT yang terjadi di kalangan perempuan sering disebabkan masalah ekonomi sehingga perlu adanya upaya untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi. "Kasus KDRT terhadap perempuan sering kali berakar pada masalah ekonomi. Karena itu, kita perlu fokus pada program-program pemberdayaan ekonomi, terutama bagi generasi muda," kata Andi di Jakarta, Selasa (24/12/2024).

Andi menilai pemerintah harus memastikan ada lebih banyak lapangan pekerjaan yang bisa diakses oleh generasi muda, agar mereka tidak terjebak dalam kondisi yang memperburuk sehingga terjadi KDRT. Selain itu, Yuliani juga menekankan pentingnya peran pendidikan dalam menghadapi tantangan ekonomi masa depan. Karena itu, dia menyarankan agar kurikulum pendidikan di tingkat SMK dan SMA serta universitas perlu disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja yang berkembang.

Banyak lulusan sekolah saat ini, menurut dia, yang tidak siap menghadapi tantangan dunia kerja karena keterbatasan keterampilan yang relevan. "Karena itu, kita perlu segera memperbaharui kurikulum pendidikan agar lulusannya dapat siap bersaing di dunia kerja," kata dia. Menurut Yuliani, hal ini bertujuan untuk mencetak generasi muda yang memiliki kecerdasan dan keterampilan yang dibutuhkan oleh pasar kerja sehingga dapat mengurangi angka pengangguran dan mengurangi potensi terjadinya KDRT.

Ketua Umum Yayasan Kemanusiaan Rombongan Ibu-Ibu Eksis (Rombsis) Indonesia Andi Idhanursanty menjelaskan bahwa pendidikan tentang KDRT harus dimulai dari keluarga, terutama dari orang tua. Idha menilai sosok ibu sebagai figur sentral dalam keluarga, berperan penting dalam membentuk karakter dan perilaku anak-anak.

Karena itu, ibu-ibu diharapkan tidak hanya memberikan pendidikan agama dan pendidikan formal kepada anak-anak, tetapi juga menjadi contoh yang baik dalam hal nilai-nilai kehidupan. "Keberhasilan anak-anak itu tergantung pada pendidikan yang diberikan oleh orang tua. Ibu adalah sosok yang sangat penting dalam membimbing anak-anak," ujar Idha.

Idha juga menekankan pentingnya kesadaran tentang keberadaan KDRT dan perlunya ibu-ibu untuk mengikuti kegiatan edukasi guna memahami bagaimana menjadi perempuan yang bermanfaat, baik untuk keluarga maupun masyarakat. Ia juga mengingatkan agar ibu-ibu dapat menjaga sumber penghasilan halal dan tidak terjebak dalam praktik-praktik yang merugikan keluarga seperti kerja paksa atau kekerasan dalam rumah tangga.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement