Kamis 10 Nov 2022 16:03 WIB

Menemukan Sisi Lain Ubud di Desa Pejeng Kangin

Di Desa Pejeng Kangin kehidupan Ubud seperti di masa lampau masih bertahan.

Red: Indira Rezkisari
Pura banjar di Desa Pejeng Kangin Kecamatan Tampaksiring Kabupaten Gianyar. Wisata banjar adalah upaya Hoshinoya Bali mengenalkan tamunya dengan sisi Ubud yang selama ini tidak diketahui.
Foto: Republika/Indira Rezkisari
Pura banjar di Desa Pejeng Kangin Kecamatan Tampaksiring Kabupaten Gianyar. Wisata banjar adalah upaya Hoshinoya Bali mengenalkan tamunya dengan sisi Ubud yang selama ini tidak diketahui.

REPUBLIKA.CO.ID, GIANYAR -- Nama Desa Pejeng mungkin tidak terkenal. Wisatawan yang ke Bali mungkin lebih tahu soal desa wisata Penglipuran. Padahal Desa Pejeng memiliki nilai sejarah penting karena dulu merupakan pusat pemerintah kerajaan besar di zaman Bali kuno, yaitu Kerajaan Pejeng yang diperkirakan ada antara 883 sampai 1343 Masehi.

Meski Kerajaan Pejeng sekarang sudah tidak ada lagi, namun warga di Desa Pejeng Kangin masih menjalani konsep slow living di zaman modern seperti ini. Bali yang hiruk pikuk apalagi di saat perhelatan akbar G20 akan digelar sungguh tak terasa saat saya menginjakkan kaki ke Desa Pejeng Kangin, Rabu (9/11/2022).

Baca Juga

Pagi itu sekitar pukul 07.30 WITA para wanita di Desa Pejeng Kangin sudah mengenakan kebaya dan bersiap untuk melakukan sembahyang di rumah masing-masing. Aroma dupa yang terbakar terasa di sepanjang jalan di desa. Canang atau sajen juga sudah hadir di setiap tempat biasa.

Saya kemudian diajak masuk ke rumah I Ketut Suast, warga Banjar Pesalakan di Desa Pejeng Kangin. Saya diajak masuk untuk melihat seperti apa rumah khas Bali. Hari saat itu masih pagi namun rumah Suast sudah rapi bersih.