REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Kuntoro Boga Andri, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Kementerian Pertanian
Krisis ekonomi dan pangan saat ini ancaman bagi warga dunia. Krisis tak lagi identik dengan negara miskin atau dunia ketiga. Banyak negara maju Uni Eropa dan Amerika menghadapi masalah serius kondisi pangan dan energi.
Berdasarkan laporan berbagai media inter nasional, sebagian warga di Inggris, Portugal, Jerman, dan lainnya kesulitan memenuhi kebutuhan energi dan pangan. Krisis ini diperkirakan memengaruhi 180 juta orang di lebih dari 40 negara.
Dana Moneter Internasional (IMF) dalam laman resminya pada 2022 menyatakan, isu dan situasi krisis pangan mencuat sejak 2018. Krisis pangan sebenarnya berlangsung sebelum perang Rusia-Ukraina.
Salah satu penyebabnya, frekuensi dan tingkat perubahan iklim yang parah, membuat produksi pertanian turun. Lalu, diperparah eskalasi konflik regional, pandemi, serta disrupsi produksi dan distribusi pangan yang memengaruhi kenaikan harga pangan global.
Situasi bertambah rumit akibat perang Rusia-Ukraina sejak Februari 2022. Perang, kebijakan antarnegara, dan perdagangan trans nasional menghasilkan perubahan rantai pasok komoditas global. Perang ini awalnya menyebabkan melambungnya harga gas di pasar dunia. Dampaknya, kenaikan biaya produksi pupuk, yang secara tak langsung memengaruhi produktivitas pertanian dan harga.
Hingga akhir Oktober 2022, masih ada embargo perdagangan kedelai di Laut Hitam. Padahal, pelabuhan di teritorial Ukraina di Laut Hitam salah satu titik tolak ekspor kedelai ke pasar dunia. Kondisi ini terasa di Indonesia awal November 2022.
Saat pengrajin tempe dan tahu, kesulitan mendapatkan kedelai dalam jumlah dan harga terjangkau. Di luar hiruk-pikuk kondisi geopolitik dan perdagangan global, petani dan peternak kita konsisten menjalankan tugasnya.
Dengan komitmen menjaga kelangsungan usaha taninya, mereka adalah pahlawan pangan dan ekonomi. Kontribusi mereka menjaga sistem pangan, berperan penting mengatasi masalah kesehatan, ekonomi, dan sosial bangsa.
Dalam kurun tiga tahun terakhir, kontribusi petani berefek besar pada perekonomian. Indonesia berhasil mewujudkan swasembada beras sejak 2020 sampai saat ini. Pertanian kita dianggap memiliki resiliensi dan keberlanjutan oleh International Rice Riset Institute (IRRI) serta Badan Pangan dan Per tanian Dunia (FAO) dalam menghadapi krisis.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga menunjuk kan, ekspor pertanian tumbuh sejak 2019 sebesar 15,79 persen dan 38,68 persen setiap tahunnya dari Rp 390,16 tiliun (2019), menjadi Rp 451,77 tiliun (2020), dan meningkat menjadi Rp 625,04 tiliun (2021). Pada kuartal III tahun 2022, pertumbuhan sektor pertanian tetap positif. Distribusi PDB pertanian nomor tiga tertinggi (12,91 persen) setelah industri dan pertambangan. Pertanian, lapangan kerja utama (28,61 persen) tertinggi dibandingkan sektor lain.
Melalui keterkaitan ke depan dan ke belakang dengan sektor lain, pertanian menciptakan, baik langsung maupun tak langsung, ke giatan ekonomi dan kesempatan kerja. Kaum tani berperan menciptakan masa depan industri, jasa, dan sektor lain.
Tentu banyak hal dan pekerjaan rumah un tuk menghargai jasa petani. Kesejahteraan petani dan keberlanjutan usahanya harus diperjuangkan bersama. Menjadikan petani pahlawan ekonomi dan pangan, konkretnya mesti mendukung sektor ini dengan menghilangkan permasalahan dan hambatan pasar, kredit dan finansial, kesubur an tanah dan lingkungan.
Negara perlu terus memperhatikan masalah lahan, saluran dan infrastruktur irigasi, ket ersediaan benih, pupuk, alat mesin perta ni an, jumlah tenaga penyuluh lapangan, tenaga kerja, hingga tata niaga pertanian yang belum sempurna.
Teknologi generasi 4.0 membawa perubahan cepat serta berskala besar dalam pertanian. Teknologi 4.0 dapat membantu kita merevolusi sistem pangan dan pertanian secara dramatis untuk mengubah bentuk permintaan, meningkatkan hubungan rantai nilai, dan menciptakan sistem produksi lebih efektif.
Perbaikan sistem pertanian dan pangan ini seiring kebutuhan peningkatan produksi pangan domestik dan industri makanan dalam negeri. Di hilir, diperlukan stimulus ekonomi agar petani menghasilkan produk berkualitas lebih baik. Di hulu, akses pangan yang stabil menjamin distribusi merata ke masyarakat. Kampanye pengurangan sampah makanan juga merupakan apresiasi jerih payah petani.
Untuk mengurangi food loss diperlukan praktik pertanian dan pendistribusian yang baik. Kehilangan bahan pangan banyak terjadi saat pendistribusian dan pemasaran. Untuk menguranginya, butuh kerja sama, seperti sektor privat, termasuk pemerintah dengan insentif fiskal.
Bagi kita, bagian dari masyarakat yang lebih dari dua tahun menghadapi pandemi dan krisis global, menyematkan gelar pahlawan pangan dan ekonomi kepada petani, peternak, dan pekerja sektor pangan, menjadi lumrah. Ini penghargaan dan cerminan kerja nyata kaum tani menyediakan kebutuhan pangan dan berkontribusi positif pada ekonomi nasional.