Selasa 10 Jan 2023 14:40 WIB

Lapisan Ozon Bumi Baru Pulih 43 Tahun Lagi

Laporan ozon yang akan kembali pulih itu terbilang berita fantastis.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Natalia Endah Hapsari
Kerusakan lapisan ozon di Kutub Selatan seluas 27 juta meter persegi. (ilustrasi)
Foto: www.telegraph.co.uk
Kerusakan lapisan ozon di Kutub Selatan seluas 27 juta meter persegi. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Lapisan ozon diperkirakan akan pulih seperti kondisi ozon sebelum tahun 1980 di seluruh dunia, termasuk di Antartika, sekitar 43 tahun lagi atau pada tahun 2066.

Sekretaris Eksekutif Ozon PBB Meg Seki mengatakan dalam pernyataan bahwa setelah satu tahun laporan PBB yang menyedihkan tentang perubahan iklim, laporan ozon ini adalah “berita yang fantastis”. 

Baca Juga

“Selama  35 tahun terakhir, Protokol [Montreal] telah menjadi juara sejati bagi lingkungan,” ujar dia seperti dilansir dari Gizmodo, Selasa (10/1/2023).

Meskipun mengalami kerusakan besar pada tahun 2010, jumlah bahan kimia perusak ozon yang dipancarkan di seluruh dunia menurun sejak tahun 2018. Singkatnya, hampir 99 persen dari senyawa berbahaya tersebut telah dihapus secara bertahap sejak tahun 1980-an.

Laporan tersebut terungkap dalam panel ilmiah yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan secara resmi dipresentasikan pada Senin (9/1/2023) dalam pertemuan American Meteorological Society. Dalam ajang tersebut, disebutkan pula bahwa Protokol Montreal telah sukses. Protokol Montreal adalah sebuah perjanjian untuk melindungi ozon Bumi yang ditandatangani pada tahun 1987.

Melalui perjanjian global, penilaian ilmiah, dan penegakan, umat manusia telah berhasil mencegah hal yang bisa menjadi krisis planet yang besar.

Lapisan ozon adalah bagian dari atmosfer atas Bumi dengan konsentrasi molekul tinggi yang terdiri dari tiga atom oksigen. Di stratosfer, ozon (O3) tersebut bertindak sebagai selimut pelindung penting yang menyerap sebagian radiasi matahari, termasuk sinar UVB penyebab kanker yang merusak DNA semua makhluk hidup.

Meskipun lapisan ozon mengalami fluktuasi alami dalam distribusi dan ketebalannya, para ilmuwan mencatat hubungan antara bahan kimia buatan manusia dan penipisan ozon pada tahun 1970-an. Pada awal 1980-an, para peneliti mendokumentasikan titik tipis yang semakin parah di lapisan ozon di atas Antartika. Titik tipis tersebut dijuluki “lubang”.

Tindakan cepat dan global untuk menghentikan bahan kimia berbahaya tersebut segera dilakukan dan keadaan mulai membaik. Tetapi kemudian, dunia mulai mengalami kemunduran antara tahun 2012 dan 2018, serta pemulihan ozon melambat.

PBB melakukan penilaian ozonnya setiap empat tahun, sebagai bagian dari Protokol Montreal. Penilaian terakhir, yang diterbitkan pada akhir 2018, mencatat kemunculan yang mengganggu dari emisi perusak ozon tertentu. Bahan kimia itu dikenal sebagai CFC-11. Ini adalah bahan kimia terlarang yang sebelumnya digunakan dalam pendingin dan busa isolasi.

Sumber dari  CFC-11 ini awalnya misterius, tetapi para ilmuwan akhirnya mengaitkannya sebagian besar dengan manufaktur di Cina timur. Seperti yang dikonfirmasi oleh penilaian terbaru PSS, tindakan keras nasional terhadap produksi CFC-11 di Cina tampaknya telah membatasi peningkatan emisi kimia ilegal.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement