Jumat 13 Jan 2023 08:47 WIB

Penderita Covid-19 Berisiko Besar Kena Diabetes, Benarkah Demikian?

Di Inggris, kasus diabetes baru muncul pada 4 pekan setelah pasien tertular Covid-19.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Qommarria Rostanti
Kasus diabetes baru dikaitkan dengan penularan Covid-19. (ilustrasi)
Foto: Pixabay
Kasus diabetes baru dikaitkan dengan penularan Covid-19. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Semakin banyak bukti penelitian menunjukkan hubungan antara diagnosis baru diabetes dengan Covid-19. Di Inggris, menurut data resmi pemerintah setempat, dalam tujuh hari terakhir terdapat 36.605 kasus positif Covid-19.

Menyoroti hubungan antara Covid-19 dan diabetes, para peneliti memiliki satu pertanyaan menonjol. "Tidak jelas apakah Covid-19 meningkatkan deteksi diabetes yang sudah ada sebelumnya atau apakah itu dapat memicu timbulnya penyakit baru," kata para penulis seperti dilansir laman Express, Jumat (13/1/2023).

Baca Juga

Tim peneliti di Inggris menganalisis kasus diabetes yang baru didiagnosis terjadi dalam waktu empat pekan setelah tertular seseorang Covid-19. Untuk mengecualikan tanda-tanda hiperglikemia (gula darah tinggi) yang sudah ada sebelumnya, diabetes baru didefinisikan dengan ciri tidak ada riwayat penyakit sebelumnya dan tidak ada riwayat obat penurun glukosa sebelumnya.

Selain itu, kadar gula darah (HbA1c) kurang dari 6,5 persen saat presentasi, kadar gula darah di atas ambang diabetes (glikemia puasa 126mg/dL, atau lebih, atau glikemia tidak puasa 200mg/dL, atau lebih). Data tersebut dikumpulkan antara Oktober dan April 2022, dari 61 rumah sakit di 25 negara, dengan 537 kasus diabetes yang baru didiagnosis. Pada 45 persen pasien, yang baru diklasifikasikan sebagai penderita diabetes, gula darah tinggi bertahan di luar resolusi infeksi Covid-19.

Data tindak lanjut menunjukkan, setelah tiga bulan, dari 28 pasien, sebanyak 23 pasien diklasifikasikan sebagai diabetes sementara lima lainnya mengalami remisi. Remisi berarti kadar gula darah tidak cukup tinggi untuk diklasifikasikan sebagai pradiabetes atau diabetes, tanpa perlu obat.

"Studi ini menunjukkan masuk akal secara klinis untuk efek diabetogenik Covid-19," ujar para peneliti.

Para peneliti menyarankan temuan mereka mendukung skrining diabetes pada orang yang tertular Covid-19. “Penyelidikan lebih lanjut diperlukan untuk mengonfirmasi mekanisme gangguan virus dengan metabolisme glukosa,” kata mereka.

Banyaknya penelitian tentang kaitan antara diabetes dan Covid-19, penderita diabetes perlu menyadari bahwa mereka berisiko lebih tinggi terkena infeksi parah dari Covid-19. National Health Services (NHS) memperingatkan, penderita diabetes yang tertular Covid-19 bisa berpotensi lebih buruk dibandingkan penderita non-diabetes.

Penderita diabetes yang terinfeksi Covid-19 disarankan untuk lebih sering memeriksakan kadar gula darahnya. "Pagi mungkin paling berguna jika Anda hanya minum obat oral," ujar NHS menyarankan.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) di Amerika Serikat (AS) mengonfirmasi, Anda dapat mencegah diabetes tipe 2 dengan perubahan gaya hidup yang terbukti dan dapat dicapai. Contohnya termasuk menjadi lebih aktif secara fisik setiap hari dan menurunkan berat badan berlebih.

Orang dewasa disarankan untuk berolahraga minimal 150 menit setiap pekan. Olahraga yang dilakukan bisa berenang, joging, menari, dan berolahraga. Namun, untuk menurunkan berat badan, sangat penting untuk membakar lebih banyak kalori dibandingkan yang Anda konsumsi dalam sehari.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement