REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Sunik Sukisni, Mahasiswa Magister Teknologi Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jakarta, DAN Dr. Dirgantara Wicaksono, M.Pd, Dosen Magister Teknologi Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jakarta
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku, atau tanggapan yang disebabkan pengalaman. Dalam bukunya yang berjudul The Guidance of Learning Activities, Burton mengatakan belajar merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri individu karena adanya interaksi antara individu dengan individu dan antara individu dengan lingkungan, sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Dapat disimpulkan pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan antara murid dan guru sebagai usaha sadar yang disengaja untuk mencapai tujuan belajar.
Dalam melakukan sebuah pembelajaran, seorang guru menggunakan metode pembelajaran sebagai strategi untuk menyampaikan materi. Banyak metode pembelajaran yang dapat digunakan guru ketika berada dalam kelas. Misalnya metode ceramah, metode inkuiri, metode diskusi, metode problem based learning, dan lain-lain.
Sebagai contoh, metode ceramah adalah salah satu metode yang paling sederhana. Guru berdiri di depan kelas untuk menjelaskan materi. Siswa mendengarkan di tempat duduk masing-masing. Menggunakan metode ini guru harus terampil berbicara.
Karena sepanjang pembelajaran guru akan berbicara menjelaskan materi. Sehingga dalam hal ini guru banyak mendominasi kegiatan belajar. Karena itu metode ini dikenal dengan teacher centre, yaitu guru sebagai pusat belajar.
Lain halnya dengan metode yang lain, seperti inkuiri, diskusi, problem based learning, membutuhkan keterlibatan dan keaktifan murid dalam melakukan pembelajaran. Misalnya metode diskusi, murid diajak untuk aktif berdiskusi atau berbicara dalam sebuah kelompok diskusi.
Metode inkuiri, murid diajak untuk mengamati sebuah hal yang akan dijadikan sebagai subjek materi. Metode problem based learning, murid diajak untuk memecahkan sebuah masalah yang berkaitan dengan materi pembelajaran.
Sebelum era digital, pembelajaran dengan menggunakan berbagai metode di atas dilakukan secara tatap muka langsung. Guru dan murid bertemu dalam satu ruangan untuk melakukan kegiatan pembelajaran. Sehingga aktifitas yang dilakukan murid dapat langsung terpantau guru.
Perilaku dan sikap belajar murid pun dapat terlihat guru. Jika ada pelanggaran sikap murid, guru dapat langsung memberikan teguran dan nasehat. Guru pun juga dapat selalu memotivasi siswa untuk meningkatkan pembelajaran yang lebih baik.
Seiring dengan perkembangan teknologi, dunia pendidikan juga ikut berkembang, yaitu pembelajaran berbasis digital atau yang saat ini banyak dikenal dengan istilah berbasis metaverse. Metaverse adalah sebuah sistem baru yang menggabungkan dunia nyata dengan dunia digital.
Istilah metaverse dimulai ketika Mark Zuckerberg, pencipta Facebook, mengatakan metaverse akan membawa manusia merasakan sensasi baru dimana kita dapat merasakan hidup di dunia virtual. Seperti yang kita alami saat ini, kita dapat bekerja, bermain, berbelanja, ataupun melakukan banyak hal dalam dunia maya atau dunia metaverse.
Sebelum pandemi, sistem pembelajaran berbasis digital sebenarnya sudah ada, tetapi masih sedikit yang menggunakan. Misalnya CBT (Computer Based Training) yang muncul pada 1990-an. Kemudian LMS (Learning Management System) yang dimulai pada 1997.
Ketika Covid-19 masuk di Indonesia pada Maret 2020 dan dinyatakan sebagai pandemi, pemerintah mengeluarkan kebijakan menutup semua lembaga pendidikan dari tingkat PAUD hingga Perguruan Tinggi dan mengalihkan kegiatan belajar mengajar berpusat di rumah. Semua orang dilarang keluar rumah, anak-anak melakukan pembelajaran jarak jauh, dan semua kegiatan pembelajaran akhirnya dilakukan secara online.
Sejak itulah pembelajaran berbasis digital atau metaverse dilakukan di semua lembaga pendidikan. Pembelajaran dilakukan di rumah dengan memanfaatkan gadget. Karena pemerintah melarang untuk keluar rumah, hal ini mengharuskan setiap orang tua dapat menyediakan sarana gadget agar putra putrinya dapat belajar secara online dengan guru dan teman-temannya.
Semua guru dan siswa belajar bagaimana menggunakan gadget sebagai sarana untuk belajar. Mereka belajar dengan memanfaatkan fitur-fitur yang ada di Google. Misalnya Google Classroom, Google Gorm, G-Meet, dll. Tak hanya itu, siswa juga dapat belajar dengan menggunakan berbagai aplikasi gratis yang disediakan Google.
Banyak games atau video edukasi yang dapat digunakan untuk siswa belajar. Guru dan siswapun juga dapat memanfaatkan platform-platform yang menyediakan sarana pembelajaran dengan sistem digital, misalnya ruang guru. Pada akhirnya ruang pembelajaran nyata beralih menjadi ruang pembelajaran virtual. Dan semua itu dilakukan secara online, tanpa harus keluar rumah, bahkan mungkin tanpa keluar kamar.
Melihat perkembangan system belajar saat ini yang serba digital, kemudian ada sebuah pertanyaan, "Bagaimanakah peran seorang guru pada pembelajaran era digital saat ini?"
Sebuah penelitian yang dilakukan Gulnara M.Burdina, Irina E.Krapotkina, dan Liliya G.Nasyrova di Rusia pada 2019 yang berjudul “Distance Learning in Elementary School Classroom: An Emerging Framework for Contemporary Practice” mengungkapkan guru memiliki peranan yang penting dalam pembelajaran era digital.
Tidak hanya sebagai fasilitator untuk mendapatkan nilai-nilai yang baik, namun juga sebagai seorang pembimbing siswa. Komunikasi sehari-hari antara guru dan siswa dapat membantu siswa untuk meningkatkan prestasi akademik dan non akademik. Guru juga diperlukan untuk memotivasi siswa agar mereka semangat dalam belajar.
Sebuah penelitian dilakukan di Heliyon, Thailand pada 2022 oleh Lan Thi Nguyen dkk, berjudul “How Teachers Manage Their Classroom in The Digital Learning Environment-Experiences from the University Smart Learning Project ”, mengungkapkan guru dapat memanfaatkan teknologi modern untuk mengelola pembelajaran di kelas. Penelitian ini melibatkan para guru di Proyek Pembelajaran Cerdas Universitas Khon Kaen (KKU).
Penelitian menggunakan konsep dan inovasi pembelajaran cerdas untuk mengelola kelas di lingkungan pembelajaran digital. Penelitian dengan melakukan wawancara dan observasi terhadap guru bidang studi Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris kelas 7-9 SMP. Hasil dari penelitian ini menunjukkan guru menerapkan dan menggunakan dasar teknologi KKU Smart Learning, konten, dan pedoman untuk pengelolaan kelas.
Guru juga merancang kegiatan pengajaran sesuai dengan karakteristik peserta didik, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir, pengetahuan dan keterampilan; mengatur kegiatan belajar dan memecahkan situasi bermasalah; meningkatkan motivasi belajar; mengembangkan dan mengevaluasi kompetensi peserta didik. Kita menyadari perkembangan teknologi tidak dapat dihindari. Hal ini berpengaruh di semua bidang, termasuk bidang pendidikan. Dari dua penelitian yang penulis sajikan di atas, dapat disimpulkan guru wajib mengikuti perkembangan dunia pendidikan di era digital.
Guru tidak boleh terlena dengan sistem pembelajaran konvensional yang telah melekat. Karena itu guru harus dapat menggunakan dan memanfaatkan teknologi untuk mengikuti perubahan. Dengan membekali diri dengan banyak pengetahuan pemanfaatan digital, diharapkan guru tetap dapat menjalankan perannya, yaitu membimbing dan mendidik generasi bangsa agar berkualitas dalam ilmu dan akhlak.
Guru di era digital saat ini sebagai agen perubahan, dimana diharapkan dapat menjadi motivator untuk menggerakkan siswa-siswanya agar lebih kreatif, inisiatif, inovatif, dan cakap dalam bidang dan minatnya masing-masing. Pembelajaran digital berbasis metaverse memberikan kemudahan bagi guru dan siswa dalam menemukan sumber belajar di manapun, kapan pun, dan dengan siapa pun.
Realitas kegiatan virtual yang dilakukan membuat efisiensi sari sisi biaya dan waktu. Sehingga banyak orang, tidak hanya para pelaku pendidikan lebih menyukai kegiatan virtual atau online dibandingkan dengan offline. Mereka telah menemukan kenyamanan di dunia maya.
Namun tentu saja, dampak negatif dari pembelajaran digital pasti ada. Di antaranya adalah kurangnya interaksi sosial para siswa sehingga menyebabkan rendahnya rasa kepedulian terhadap sesama.
Kemudian gangguan kesehatan yang disebabkan kurangnya aktifitas gerak fisik siswa karena duduk berjam-jam melakukan kegiatan belajar. Termasuk tingkat kejujuran yang menurun. Setelah adanya pembelajaran online, banyak banyak siswa memiliki karakter yang tidak baik, seperti tidak jujur, suka marah-marah, cuek masa bodoh dengan sekitar, menggunakan bahasa yang tidak santun, dll.
Perkembangan teknologi di era 4.0 ini, termasuk metaverse pada hakikatnya adalah sebuah cara atau jalan. Sekolah dan guru tetap tidak akan bisa tergantikan perannya oleh metaverse. Metaverse hanya menjadi media bagi dunia pendidikan dalam membuat pelayanan pembelajaran.
Pada masa pandemi, banyak bermunculan webinar-webinar yang diadakan oleh dinas pendidikan dan lembaga swasta yang bergerak di bidang pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa semangat para pelaku pendidikan untuk mengadakan perubahan ke era pendidikan berbasis digital atau metaverse semakin baik. Terbukti saat ini banyak guru, baik yang senior atau guru junior, telah fasih menggunakan perangkat digital, seperti laptop dan smartphone.