REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para peneliti mengumumkan kegagalan uji coba tahap akhir vaksin HIV Mosaico pada Rabu (18/1/2023). Vaksin tersebut gagal mencegah terjangkitnya HIV pada pria yang berhubungan seks dengan pria serta transgender di Amerika dan Eropa.
Hasil itu menambah daftar panjang kegagalan uji coba vaksin HIV selama puluhan tahun. Mosaico merupakan kemitraan antara sektor publik dan swasta, termasuk pemerintah Amerika Serikat dan raksasa farmasi Janssen.
Uji coba berlangsung di delapan negara di Eropa dan Amerika mulai 2019. Para peneliti melibatkan hampir 3.900 pria yang berhubungan seks dengan pria dan transgender.
Semuanya dianggap berisiko tinggi terhadap HIV. Namun, temuan studi tidak melihat bukti bahwa vaksin menurunkan tingkat penularan HIV pada peserta dan uji coba kini telah dihentikan.
"Ini jelas mengecewakan. namun ada banyak pendekatan lain di awal jalur penelitian vaksin HIV yang menjanjikan. Saya tidak berpikir orang harus menyerah di bidang vaksin HIV\" ujar pakar imunologi AS Anthony Fauci, yang menjadi mitra integral dalam uji coba tersebut.
Fauci cukup lama menjabat sebagai kepala Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular AS (NIAID). Dia pernah menyatakan tidak ingin pensiun dari NIAID sampai vaksin HIV terbukti setidaknya 50 persen efektif. Sebaliknya, dia pensiun dari jabatannya akhir bulan lalu dengan "target" yang tidak terpenuhi.
Selain NIAID dan Janssen, yang merupakan divisi dari Johnson & Johnson, uji coba juga melibatkan Jaringan Uji Coba Vaksin HIV, yang berkantor pusat di Pusat Penelitian Fred Hutchinson di Seattle, AS. Ada juga keterlibatam Komando Penelitian dan Pengembangan Medis Angkatan Darat AS.
Menurut para ahli, kegagalan Mosaico cukup tidak terduga sebab sudah mencapai tahap akhir. Ada juga kegagalan lain yang diumumkan pada Agustus 2021, yakni uji klinis terpisah yang disebut Imbokodo, menguji vaksin serupa di antara para perempyan di Afrika.
Untuk dua uji coba tersebut, NIAID menghabiskan 56 juta dolar AS (sekitar Rp 846,38 miliar). Vaksin dalam kedua uji coba menggunakan virus flu biasa untuk menghasilkan imunogen mosaik, yang dimaksudkan untuk memicu respons kekebalan yang kuat dan protektif dengan memasukkan materi genetik dari berbagai jenis HIV yang lazim di seluruh dunia.
Lantas, uji Mosaico memasukkan elemen tambahan yang dimaksudkan untuk memperluas respons imun. Peserta uji coba vaksin Mosaico, yang berusia antara 18 hingga 60 tahun, menerima empat suntikan selama 12 bulan, baik vaksin maupun plasebo.
Dewan pemantau tidak menemukan perbedaan yang signifikan dalam tingkat penularan HIV antara kedua kelompok penelitian. Fauci menjelaskan, vaksin yang tidak menimbulkan antibodi penawar tidak efektif melawan HIV. Menurut dia, masalah dalam penelitian vaksin HIV selama beberapa dekade adalah sulitnya membuat respons kekebalan alami terhadap infeksi menggagalkan virus.
"Vaksin harus bekerja lebih baik daripada infeksi alami agar efektif," ungkap Fauci.
Upaya menemukan cara mengatasi HIV sudah berlangsung puluhan tahun. Pada 1984, menyusul penemuan HIV sebagai penyebab AIDS pada tahun sebelumnya, sekretaris kesehatan Presiden Ronald Reagan, Margaret Heckler, mengklaim bahwa vaksin untuk virus tersebut akan tersedia dalam waktu dua tahun.