Oleh : Setyanavidita Livicakansera, Redaktur Teknologi Republika.
REPUBLIKA.CO.ID, Teknologi digital telah mengubah cara kita hidup, berinteraksi, dan bekerja secara drastis. Namun, meski banyak manfaat telah diperoleh, ada saja sisi negatif yang muncul akibat penggunaan yang tidak terkendali.
Ketidakbijaksanaan dalam pemanfaatan teknologi, sejauh ini juga sudah banyak memakan korban. Tak terhitung lagi berapa banyak masyarakat yang menjadi korban hoaks, dalam konteks yang lebih luas ada pula aspek demokrasi yang terganggu akibat pemanfaatan media sosial.
Untuk anak-anak di Indonesia saat ini, berdasarkan survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI, 2020) terdapat sekitar 71,3 persen anak usia sekolah memiliki gawai dan atau memainkan gawau mereka dalam kurun waktu yang cukup lama dalam sehari. Salah satu dampak negatif yang paling terlihat adalah kecanduan teknologi, terutama perangkat mobile dan media sosial.
Penggunaan berlebihan dan terus-menerus terhadap smartphone atau media sosial, juga dapat mengganggu produktivitas, tidur, dan interaksi sosial nyata. Kecanduan teknologi juga dapat memengaruhi kesejahteraan mental, meningkatkan risiko stres, kecemasan, dan depresi.
Lebih jauh lagi, kecanduan teknologi dapat berdampak pada tingginya isolasi sosial. Hal ini terasa ironis karena sejatinya teknologi hadir untuk memungkinkan kita terhubung dengan orang dari seluruh dunia.
Namun, terkadang penggunaan yang berlebihan dapat menyebabkan isolasi sosial. Orang pun cenderung terjebak dalam dunia maya, mengabaikan interaksi langsung dengan keluarga, teman, dan tetangga. Hal ini dapat menyebabkan perasaan kesepian dan kurangnya koneksi emosional yang mendalam.
Penggunaan teknologi digital yang berlebihan juga dapat memiliki dampak negatif pada kesehatan fisik. Kebanyakan orang cenderung menghabiskan banyak waktu dengan posisi tubuh yang tidak sehat saat menggunakan perangkat, yang dapat menyebabkan masalah postur, nyeri leher, dan gangguan muskuloskeletal lainnya.
Selain itu, paparan cahaya biru dari layar perangkat juga dapat mempengaruhi kualitas tidur. Signifikansi dari bahaya paparan cahaya biru, bahkan sampai melahirkan berbagai produk baru yang membantu kita memitigasinya dari segi kesehatan.
Berbagai sisi negatif dari teknologi tersebut, juga sudah dapat kita rasakan saat ini. Tapi, bukan berarti bahaya tersebut tidak akan berkembang di masa depan.
Teknologi di masa depan dapat digunakan oleh kelompok kriminal atau teroris untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan merugikan. Hal ini termasuk penggunaan teknologi untuk mendapatkan dana, menghindari penangkapan, atau bahkan melancarkan serangan siber terhadap target kritis.
Pemanfaatan deepfake juga saat ini mulai menimbulkan kerugian bagi korbannya. Bukan tak mungkin juga, ke depan deepfake akan semakin banyak digunakan.
Para politisi di era pemilihan umum yang semakin dekat seperti di Indonesia, kini tak hanya harus khawatir akan penyebaran hoaks, atau potongan video yang dipelintir hingga menimbulkan reaksi keras di masyarakat. Momen pemilu yang semakin dekat juga bisa dimanfaatkan untuk menyebarkan deepfake sehingga ada kerugian immateriil yang akan dirasakan.
Secara umum, pemanfaatan teknologi memang harus dilihat secara lebih adil. Tak hanya bicara tentang hal-hal utopis yang mampu dihadirkan. Seperti, percepatan ekonomi, kemajuan peradaban, atau kemudahan kehidupan.
Tapi, juga dengan semangat memitigasi berbagai dampak negatif yang pasti akan muncul ke permukaan. Karena, pemanfaatan teknologi tanpa mitigasi yang mapan, hanya akan menguntungkan bagi pelaku atau sebagian kecil orang saja, tapi merugikan bagi lebih banyak lagi orang lainnya.