Kamis 28 Sep 2023 22:12 WIB

Arus Teluk tak Lagi Stabil, Melambat Hingga 4 Persen dalam 40 Tahun Terakhir

Arus teluk yang tidak stabil bisa memengaruhi cuaca dan iklim.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Studi menunjukkan Arus Teluk sudah melambat sebesar empat persen dalam 40 tahun terakhir.
Foto: www.pixabay.com
Studi menunjukkan Arus Teluk sudah melambat sebesar empat persen dalam 40 tahun terakhir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi baru mengonfirmasi bahwa Arus Teluk (Gulf Stream) telah melambat sebesar 4 persen dalam 40 tahun terakhir. Para peneliti sampai pada kesimpulan ini dengan tingkat akurasi lebih dari 99 persen meskipun studi tersebut tidak mengonfirmasi penyebab pelambatan tersebut.

Arus Teluk merupakan arus laut hangat dari lautan utara Atlantik di timur Amerika Utara. Arus Teluk dapat memengaruhi cuaca dan iklim, bahkan berdampak pada permukaan laut dan aktivitas badai. Selain air hangat, arus laut utama ini membawa panas dan karbon serta memiliki dampak yang luas, bahkan mempengaruhi suhu dan hujan di Eropa, demikian penjelasan para penulis studi.

Baca Juga

Para peneliti yang memublikasikan temuan mereka di jurnal Geophysical Research Letters, telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mencoba menentukan apakah telah terjadi pelambatan di Arus Teluk karena pemanasan global.

Para peneliti menganalisis data dari pengamatan, kabel bawah laut, dan satelit yang dikumpulkan di Selat Florida sejak tahun 1982. Para penulis menggunakan pemodelan Bayesian untuk sampai pada kesimpulan mereka. Meskipun para penulis tidak dapat mengkonfirmasi alasan perubahan dalam Arus Teluk, mereka mencatat bahwa tren melambatnya arus tersebut hanya terlihat jelas dalam 10 tahun terakhir.

Chris Piecuch, penulis utama studi ini dan ahli oseanografi fisik dari Woods Hole Oceanographic Institution, membandingkan pemodelan Bayesian dengan mengumpulkan saksi-saksi independen dalam sebuah kasus di pengadilan.

"Dari analisa yang kami dilakukan, ditemukan bahwa selama 40 tahun terakhir, Arus Teluk telah melambat sekitar 4 persen, dan ini sangat signifikan. Arus tidak lagi stabil. Jadi, ini adalah perubahan yang penting,” kata Piecuch seperti dilansir Ecowatch, Kamis (28/9/2023).

Penelitian ini merupakan bagian dari proyek enam tahun yang akan mengukur perubahan dalam Arus Teluk. Namun, para penulis mencatat bahwa penelitian lebih lanjut akan diperlukan untuk menentukan apa yang menyebabkan pelambatan tersebut.

"Arus Teluk adalah arteri vital dari sirkulasi lautan, sehingga dampak dari melambatnya arus ini bersifat global. Saya dulu menganggap lautan sebagai perbatasan terakhir kita yang tersisa, liar, murni, dan tak tergoyahkan," kata Lisa Beal, salah satu penulis studi dan profesor Ilmu Kelautan di Rosenstiel School of Marine, Atmospheric, and Earth Science di University of Miami, Florida.

“Saya sedih untuk mengakui, dari penelitian kami dan banyak penelitian lainnya, dan dari berita utama yang memecahkan rekor baru-baru ini, bahwa bahkan bagian lautan yang paling terpencil pun telah terpengaruh bahan bakar fosil,” jelas dia.

Pada bulan Juli 2023, sebuah penelitian terpisah menemukan bahwa Atlantic Meridional Overturning Circulation (AMOC), di mana Arus Teluk menjadi bagian darinya, dapat runtuh pada abad ini, antara tahun 2025 dan 2095.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement