REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri ESDM Arifin Tasrif mendorong adanya pendanaan murah lewat skema Just Energy Transition Partnership (JETP) untuk akselerasi transisi energi di Indonesia. Komponen terpenting dalam transisi energi adalah infrastruktur listrik, mulai dari transmisi hingga jaringan distribusi.
"Transmision for transition kan wacana yang didorong saat ini. Kita butuh smart grid untuk bisa membawa energi listrik bersih dari satu sumber ke demand," ujar Arifin di Kementerian ESDM, Senin (2/10/2023).
Arifin mengatakan, pemerintah tidak hanya merujuk pada infrastruktur listrik. Berbagai proyek transisi energi telah disodorkan ke sekertariat JETP dan membahas bersama sehingga proyek yang paling cocok akan didalami bersama.
"Kesepakatan dunia untuk mengurangi emisi kan. Emisi mana yang paling berat. Kita semua harus kerja sama dan semua butuh dana," ujar Arifin.
Khusus untuk PLTU, kata Arifin, dalam perjanjian bersama Indonesia berkomitmen untuk mengakhiri operasional PLTU pada 2054 mendatang. Namun, kata Arifin, Indonesia tidak tinggal diam. Jika memang janji pendanaan tidak terealisasi maka Indonesia tetap berupaya mengurangi emisi karbon dari PLTU.
"Kita tetap akan melakukan perbaikan perbaikan untuk operasional PLTU kita bisa lebih rendah emisi, saat ini kan teknologi berkembang terus," kata Arifin.
Sekertaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menjelaskan alokasi dana yang dijanjikan oleh negara negara G20 sebesar 20 miliar dolar AS bukan semata mata dana yang diberikan kepada pemerintah Indonesia untuk mematikan pembangkit. Bantuan pendanaan tersebut bukan semata mata untuk mengganti ongkos untuk mematikan sebuah PLTU.
"Program ini didesain untuk mempercepat operasional PLTU. Karena prinsipnya adalah percepatan transisi energi," kata Dadan.