Jumat 08 Dec 2023 22:30 WIB

AS Persiapkan Panduan Subsidi Hidrogen

Produsen hidrogen bisa mendapatkan miliaran dolar subsidi dalam Undang-undang.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Amerika Serikat akan merilis panduan tentang bagaimana produsen hidrogen dapat memperoleh miliaran dolar subsidi.
Foto: www.freepik.com
Amerika Serikat akan merilis panduan tentang bagaimana produsen hidrogen dapat memperoleh miliaran dolar subsidi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Amerika Serikat akan merilis panduan tentang bagaimana produsen hidrogen dapat memperoleh miliaran dolar subsidi seperti yang termaktub dalam Undang-undang Pengurangan Inflasi. Menurut penasihat energi AS, John Podesta, panduan tersebut dapat diakses setelah Conference of Parties ke-28 atau konferensi iklim PBB di Dubai.

Selama berbulan-bulan, industri telah menunggu dengan cemas panduan dari Departemen Keuangan AS, karena  pemerintah masih memperdebatkan apakahbakan membatasi insentif untuk produsen yang menggunakan sumber energi bersih yang baru, bukan sumber energi bersih yang sudah ada, untuk mencegah peningkatan emisi.

Baca Juga

“Saya harap panduan tersebut akan dirilis sebelum akhir tahun, namun tidak pada saat pertemuan COP28 yang akan berlangsung pada tanggal 30 November hingga 12 Desember,” kata Podesta seperti dilansir US News, Jumat (8/12/2023).

Hidrogen adalah bahan bakar pembakaran bersih yang dipandang penting oleh pemerintahan Joe Biden untuk membersihkan industri yang sulit didekarbonisasi seperti aluminium dan semen. Hidrogen dibuat dengan mengelektrolisis air dan dapat dianggap ramah lingkungan jika produksinya didukung oleh sumber-sumber tanpa emisi seperti tenaga surya, angin, nuklir, atau air.

Meskipun saat ini hampir tidak ada hidrogen hijau yang diproduksi, karena biaya tinggi dan kendala lainnya, pemerintahan Biden berharap dapat memulai industri ini dengan subsidi sebesar 3 dolar AS per kilogram, seperti yang disematkan dalam Undang-undang Pengurangan Inflasi.

Yang dipermasalahkan adalah sebuah proposal, yang didukung oleh kelompok-kelompok lingkungan dan beberapa perusahaan hidrogen ramah lingkungan, bahwa panduan Departemen Keuangan harus membatasi tunjangan baru untuk produsen hidrogen yang memberi daya pada fasilitas mereka dengan sumber energi bersih yang baru.

Sebuah studi yang dipimpin oleh para peneliti dari Princeton University menemukan bahwa tanpa batasan tersebut, kredit pajak dapat memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan, yaitu meningkatkan emisi dengan meningkatkan permintaan listrik secara keseluruhan yang dipasok oleh tenaga fosil.

Sementara itu, kelompok-kelompok industri termasuk para pendukung nuklir mengatakan bahwa program subsidi yang terlalu ketat akan mengancam tujuan pemerintah untuk hidrogen ramah lingkungan dengan membuat beberapa proyek menjadi tidak ekonomis.

Wakil Sekretaris Departemen Energi AS David Turk mengatakan dalam sebuah acara di sela-sela KTT COP28 bahwa kredit pajak sangat menguntungkan dan dampaknya sangat besar, sehingga bahkan badan-badan federal pun masih terpecah dalam merumuskan kebijakan. Menurut dia, Departemen Keuangan dan Departemen Energi masih memiliki perbedaan pendapat.

"Ini adalah kredit pajak yang besar. Kita harus melakukannya dengan benar," ujar Turk.

Salah satu sumber yang diberi pengarahan tentang rancangan awal panduan tersebut mengatakan bahwa rancangan itu mencakup ketentuan tambahan yang mereduksi sumber-sumber listrik yang ada. Namun pemerintah sedang mempertimbangkan perlakuan khusus untuk nuklir dan hidro.

Sumber yang tidak mau disebutkan namanya, mengatakan bahwa rancangan tersebut juga mengharuskan elektroliser hidrogen untuk beroperasi bersamaan dengan energi terbarukan guna memastikan hidrogen tidak diproduksi dengan menggunakan listrik berbahan bakar fosil.

Selain subsidi, Department of Energy AS juga telah mengusulkan tujuh pusat hydrogen regional yang akan mendapatkan 7 miliar dolar AS untuk mencoba mendemonstrasikan dan meningkatkan skala hidrogen yang bersih. Tiga dari pusat-pusat yang diusulkan akan mencakup pembangkit nuklir yang sudah ada, dan tidak jelas apakah pusat-pusat tersebut akan layak secara ekonomi jika reaktor-reaktornya dihentikan dari subsidi IRA (Undang-undang Pengurangan Inflasi).

Marty Durbin, presiden Institut Energi Global Kamar Dagang AS, mengatakan kepada Reuters bahwa kebijakan yang lebih longgar dan memberikan manfaatkan jangka panjang memungkinkan produksi dimulai lebih cepat.

"Mungkin akan ada sedikit peningkatan emisi gas rumah kaca di sektor listrik pada tahap awal, namun hal ini akan jauh diimbangi oleh dekarbonisasi sektor-sektor yang intensif energi ini dalam jangka panjang," ujarnya.

Namun, menurut Claire Behar yang menjabat sebagai president of the US Chamber of Commerce Global Energy Institute, sebuah perusahaan hidrogen hijau yang sedang mengembangkan pusat hidrogen di Mississippi, mengatakan bahwa perusahaannya lebih memilih aturan yang lebih ketat.

"Kita memiliki satu kesempatan untuk melakukan hal ini dengan benar untuk dekarbonisasi," ujar Behar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement