REPUBLIKA.CO.ID, Jurnalis Republika Intan Pratiwi melaporkan dari Helsinki, Finlandia
Bagi beberapa negara untuk bisa menjadikan isu kerusakan iklim mampu dipahami seluruh masyarakatnya bukan hal mudah. Tapi di Finlandia, bahkan seorang anak usia 3 tahun sudah bisa membedakan keranjang sampah yang mana, untuk dirinya meletakan sampah, plastik atau sampah daur ulang.
Kebiasaan ini ternyata bukan sekadar imbas dari didikan orang tua. Negara hadir untuk menjadikan isu krisis iklim ini terinternalisasi di seluruh masyarakat di Finlandia. Hasilnya, setiap sudut di negara paling utara benua biru eropa ini nampak bersih dan asri.
Finlandia pantas menjadi salah satu negara paling bahagia di dunia saat ini. Salah satu faktornya karena iklim sosial di Finlandia sangatlah dinamis dan baik. Begitupula hampir tidak ada kasus korupsi yang melibatkan pemerintahannya, sehingga serapan anggaran bisa termaksimalkan dengan baik untuk memberikan pelayanan publik yang terbaik. Hal ini tercermin dari bentang perpusatakaan pusat atau disebut Oodi Helsinki Central Library.
Mungkin dari sudut ruang di Oodi Library jadi saksi bagaimana isu peduli lingkungan berkembang pesat bahkan di benak anak-anak. Saya berkesempatan menyusuri bangunan dengan luasan hampir 1.000 meter persegi terdiri dari tiga lantai.
Saat saya mengunjungi Oodi, berbarengan dengan barisan anak anak kelas taman kanak kanak memasuki perpusatakaan yang menjadi simbol 100 tahun merdekanya Finlandia. Anak anak berbaris rapih, berbalut baju tebal dan topi hangat mereka menembus musim semi di Finlandia yang sesekali masih diguyur salju.
"Saya ingin membaca tentang gelombang air laut hari ini," celetuk seorang anak seusia kurang lebih 5 tahun menyusuri lorong berjajar buku.
Langkah kecil berlari di sudut lantai 3 perpustakaan kota Helsinki tersebut. Mengambil beberapa buku dan kemudian bersantai ada yang di tangga, mengambil bantal santai dan merebahkan badannya di karpet hijau.
Heidi Johansoon salah satu Helsinki Partners menjelaskan kepada saya Oodi bukan sekadar perpusatakaan. Jika Finlandia sebuah rumah, maka Oodi merupakan ruang tengah, ruang keluarga dimana seluruh masyarakat Finlandia berkumpul. Oodi menjadi tempat yang hangat bagi siapa saja di setiap sudut Finlandia melakukan kegiatannya. Tak terkecuali anak anak.
"Secara reguler, sekolah sekolah di Finlandia membawa anak-anak ke Oodi untuk membaca bersama. Seminggu dua kali, tak jarang segerombolan anak anak datang bersama para guru untuk mencari jawaban dari pelajaran dan pertanyaan di kepala mereka," jelas Heidi saat ditemui Republika.
Heidi menjelaskan ada satu sudut dekat jendela, tempat bermain anak dengan maket pepohonan dan nuansa hijau yang dipenuhi buku buku tentang menjaga lingkungan, tentang bumi, dan mitigasi iklim untuk anak anak. "Anak anak sangat senang mengunjungi sudut ini. Mereka terbiasa untuk membaca bagaimana bumi harus dijaga bersama sama demi masa depan lebih baik," cerita Heidi.
Menteri Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim Finlandia Kai Mykkänen juga menjelaskan pemerintah Finlandia memasang target yang ambisius terkait Net Zero Emission. Pemerintah Finlandia menargetkan negara ini akan mencapai equilibrium emisi nol pada tahun 2035 mendatang. Kai menjelaskan hal ini tidak bisa dilakukan tanpa keterlibatan semua pihak.
"Memberikan kesadaran kepada anak-anak di sekolah menjadi salah satu kunci. Kami sudah memasukan materi sirkular ekonomi, mitigasi iklim ke kurikulum sekolah. Tak hanya sekolah tinggi, namun sejak mereka di kelas taman kanak kanak," kata Kai kepada Republika saat bertemu di Finlandia pekan lalu.
Senior Lead Sustainability Solutions SITRA, Tuuli Hietaniemi, menjelaskan ekonomi sirkuler kepada seluruh masyarakat menjadi salah satu cara pemerintah Finlandia untuk mencapai target NZE di tahun 2035 mendatang. SITRA yang merupakan lembaga Thinktank Finlandia membantu pemerintah Finlandia dalam peta jalan mitigasi iklim sejak tahun 2016 dan mengusulkan materi ekonomi sirkuler dan mitigasi iklim untuk masuk ke dalam kurikulum pada tahun 2017 silam.
"Karena nantinya yang akan menjalankan peta jalan ini adalah generasi muda. Dimana mereka harus sudah dibekali sejak dini sehingga mereka menjadi cakap dalam melanjutkan langkah mitigasi perubahan iklim," kata Tuuli.
Tak hanya pada sistem pendidikan resmi saja. Di Finlandia, saya juga sempat mengunjungi JA Finlandia. JA Finland merupakan NGO yang khusus memberikan ruang ajar terbuka bagi para siswa. Kari Jussi Aho salah satu direktur JA Finland menjelaskan di JA, seluruh anak anak mampu merasakan langsung bagaimana menjalankan tata kelola negara.
Dalam ruang besar seperti gelanggang olahraga, disulap oleh JA untuk menjadi negara mini, dimana semua institusi ada di ruangan tersebut. Seperti mockup supermarket, universitas, kantor pemerintahan, hingga perusahaan dan industri yang berkaitan di Finlandia.
Saat saya mengunjungi JA Finland, anak anak baru saja menyelesaikan proyek terakhir mereka dalam memainkan peran menjalankan sebuah negara. Anak anak keluar dari bilik mockup institusi dan kemudian mempersentasikan apa yang mereka dapat dari pengalaman tersebut.
"Kami bekerja sama dengan berbagai sekolah di Finlandia untuk bisa mendorong anak-anak belajar bagaimana mereka menjalankan negara ini. Tentu saja, di dalamnya tak hanya memuat konten sosial ekonomi saja, tetapi bagaimana mereka terbiasa menjalankan negara yang mengedepankan prinsip keberlanjutan," kata Kari.
Seluruh anak anak bisa bermain peran menjadi apa yang mereka senangi. Di dalamnya anak-anak langsung mempraktikan apa yang mereka dapat di sekolah. Seperti bagaimana menjalankan sebuah supermarket yang minim sampah dan mampu mendorong perekonomian yang berkelanjutan.
Atau, ketika mereka bermain peran untuk menjalankan sebuah perusahaan listrik. Bagaimana mereka memastikan proyek kelistrikan negara bisa berjalan baik dengan emisi yang rendah. "Semua anak-anak mengembangkan ide dan kreatifitasnya untuk terbiasa menghadapi masa depan," kata Kari.
Langkah pemerintah Finlandia dalam mengadaptasi mitigasi iklim ke seluruh masyarakat bisa diterapkan di Indonesia. Tuuli menambahkan, bahwa untuk bisa memasukan isu mitigasi perubahan iklim ke dalam sistem pendidikan memang tidak mudah dan membutuhkan waktu yang cukup panjang.
Sebab, tak hanya sekadar materi, namun bagaimana isu mitigasi iklim bisa dikemas pada kegiatan sehari-hari seluruh anak-anak di sekolah. "Hal tersebut kemudian menjadi sebuah kebiasaan bagi anak anak dan terbawa hingga mereka dewasa. Kami membantu pemerintah untuk bisa menemukan formula yang tepat untuk membawa ini ke dalam sistem pendidikan," tambah Tuuli.
Di Indonesia isu perubahan iklim belum masuk kurikulum... (baca di halaman selanjutnya)