REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertemuan Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) yang akan digelar di Azerbaijan pada 11 November mendatang bakal berfokus fokus pada pendanaan iklim. Negara-negara diperkirakan sulit menyediakan dana yang dibutuhkan untuk mengatasi perubahan iklim mengingat saat ini dunia masih dibayang-bayangi hasil pemilihan presiden AS, perang di Ukraina, dan konflik di Timur Tengah.
Dunia harus memangkas emisi gas rumah kaca dan meningkatkan pendanaan iklim untuk mencapai target Perjanjian Paris. Sejumlah lembaga mengatakan dunia semakin jauh dari jalur mencapai target-target tersebut.
Pertaruhan hasil COP29 sangat besar, terutama bagi negara-negara berkembang yang mengalami dampak terburuk dari bencana iklim seperti kenaikan permukaan air laut, dan dampak-dampak lainnya.
Dikutip dari media AS, Axios, Selasa (11/5/2024), jika mantan Presiden AS Donald Trump menang dalam pemilihan presiden pekan ini, maka dunia harus menggalang dana besar-besaran untuk pendanaan iklim dan memperkirakan berkurangnya langkah AS dalam penanggulangan perubahan iklim.
Sebaliknya, kemenangan Wakil Presiden Kamala Harris akan membuka pintu bagi kepemimpinan diplomatik AS yang lebih agresif dalam isu iklim. Hal ini juga akan melancarkan jalannya perundingan di Baku.
Pada COP15 di Kopenhagen pada tahun 2009 lalu, negara-negara industri besar berjanji menyediakan dana sebesar 100 miliar dolar AS per tahun pada tahun 2020 kepada negara-negara berkembang untuk membantu mereka beradaptasi dengan perubahan iklim dan menurunkan emisi mereka.Target tersebut akhirnya tercapai pada tahun 2022, dua tahun setelah tenggat waktu yang ditetapkan.
Kini, target baru yang jauh lebih besar dari 100 miliar dolar AS per tahun perlu dinegosiasikan. Diperkirakan AS akan mencoba mengajak Cina, penghasil gas rumah kaca terbesar di dunia saat ini untuk masuk ke dalam daftar kontributor.
Untuk mencapai angka yang lebih tinggi, yang kemungkinan akan mencapai setidaknya 200 miliar hingga 300 miliar dolar AS per tahun, akan membutuhkan gabungan dana mulai dari pembiayaan bank pembangunan multilateral hingga janji dari masing-masing negara dan modal swasta.
Membatasi dampak perubahan iklim di negara-negara yang rentan dan mencegah pemanasan lebih lanjut akan membutuhkan biaya yang jauh lebih besar daripada apa yang akan disepakati di Baku, kemungkinan mencapai triliunan dolar.
Dikutip dari Axios, pekan lalu CEO World Resources Institute Ani Dasgupta mengatakan kesepakatan yang “kuat” di COP29 sangatlah penting. "Hasil yang kuat di Baku, sebuah hasil keuangan, adalah mungkin,” katanya.
Ia mengatakan keberhasilan akan mendorong dunia menuju komitmen pengurangan emisi yang lebih ketat. “COP ini sebenarnya adalah dasar untuk COP berikutnya, tanpa dana, Anda tidak bisa memiliki ambisi yang besar," tambahnya.
COP29 dan COP30 mempertaruhkan kemampuan dunia mencegah dampak perubahan iklim yang berpotensi menimbulkan bencana. Dunia menyaksikan berbagai bencana yang disebabkan perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia menjadi jauh lebih mungkin terjadi dan mematikan. Pekan lalu Spanyol dilanda banjir paling mematikan yang menewaskan lebih dari 200 orang.
Namun ekspektasi untuk COP29 lebih rendah dibandingkan dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya, terutama COP28 tahun lalu di Dubai. Di sana, dunia menyetujui tujuan yang luas namun tidak mengikat untuk “beralih dari bahan bakar fosil dalam sistem energi.”
Axios melaporkan dengan lebih sedikitnya jumlah kamar hotel yang tersedia dan fasilitas yang lebih kecil di negara tuan rumah, berdampak pada kehadiran perusahaan-perusahaan besar dan organisasi masyarakat sipil. Pihak-pihak yang biasanya memberikan tekanan kepada para negosiator dan membuat kesepakatan-kesepakatan sampingan mereka sendiri.
AS tidak berencana untuk mengirim Presiden Joe Biden atau Menteri Luar Negeri Antony Blinken. Namun mengirimkan delegasi yang dipimpin oleh John Podesta, diplomat iklim AS. Tapi AS berencana mendesak Cina agar mulai berkontribusi pada tujuan keuangan global yang baru.
Cina enggan melakukannya, karena sudah lama diperlakukan sebagai negara berkembang dalam sistem iklim PBB. COP ini juga penting untuk mempersiapkan pertemuan-pertemuan internasional berikutnya, termasuk tuan rumah G20 di Brasil pada bulan Februari, dan COP30 tahun depan di Belem. Dunia menuju COP29 dengan perpecahan yang mendalam, menurunkan peluang para pemimpin untuk bersatu untuk memerangi musuh bersama.