REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Vale Indonesia Tbk (PT Vale) turut meramaikan perhelatan Conference of Parties (COP) 29 di Baku, Azerbaijan. COP 29 bakal berlangsung dari 11 - 22 November 2024.
Ditemui sebelum berbicara di Paviliun Indonesia oleh tim Republika, Direktur Utama PT Vale, Febriany Eddy pertama-tama mengaku senang pihaknya bisa berpartisipasi di event ini. Tentunya mereka memiliki misi yang akan disampaikan.
"Salah satu pesan kunci yang kami ingin sampaikan adalah climate change akan memerlukan transisi energi ke renewable, dan transisi ke energi ke renewable ini akan membutuhkan banyak sekali mineral kritis diantaranya adalah nikel," kata Febriany.
Ia menerangkan, isu perubahan iklim telah menjadi perbincangan global. Sebuah tantangan luar biasa bagi umat manusia. Di sisi lain, lanjut dia, menjadi kesempatan bagi perusahaan nikel seperti Vale untuk berkreasi.
Febriany menegaskan, selama 56 tahun beroperasi di Indonesia, PT Vale selalu mengerjakan prakter pertambangan berkelanjutan. Itu sesuatu yang sangat penting. Menurutnya growing demand akan terjadi karena berbicara mengenai perubahan iklim akan membutuhkan transisi energi.
"Dan membutuhkan banyak sekali mineral kritis tetapi dalam growing demand ini perusahaan tambang juga harus selalu mengedepankan praktek berkelanjutan karena nikel kita adalah bagian dari solusi climate change," ujar Dirut PT Vale Indonesia.
Oleh karena itu, lanjut Febriany, penambangan dan pemrosesan material pun harus rendah karbon dan ramah lingkungan. Pada saat yang sama, membawa manfaat sebesar-besarnya bagi komunitas di mana PT Vale Indonesia beroperasi.
Berikut beberapa area operasional PT Vale di tanah air. Pertama Blok Sorowako, di Kabupaten Luwu Timur Sulawesi Selatan, lalu IGP Morowali di Desa Sambalagi & Bahomotefe, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, kemudian IGP Pomalaa di Kabupatan Kolakam Sulawesi Tenggara.
Produksi Nikel Berbasis Energi Bersih
Sejak awal berdiri, perusahaan telah memulai dengan membangun dan mengoperasikan PLTA Larona, PLTA Balambano dan PLTA Karebbe. Ketiga PLTA ini memanfaatkan aliran Sungai Larona yang airnya dipasok dari tiga danau: Matano, Mahalona, dan Towuti. Dengan total kapasitas terpasang sebesar 365 megawatt (MW) untuk pasokan energi ke pabrik pengolahan, operasional ketiga PLTA tersebut mendukung PT Vale mengurangi emisi GRK lebih dari 1 juta ton CO 2eq per tahun, jika dibandingkan dengan pembangkit berbahan bakar batu bara. Selain menunjang kebutuhan operasional, 10,7 MW energi listrik yang dihasilkan PLTA tersebut juga didistribusikan melalui Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat Luwu Timur.
Komitmen Pengurangan Emisi
PT Vale membatalkan proyek konversi batu bara atau Coal Conversion Project (CCP) yang mampu menekan biaya perusahaan sekitar 40 juta dolar AS setiap tahun. Dengan pembatalan ini, perusahaan terhindar dari kenaikan emisi gas rumah kaca rata-rata sebesar 200.000 ton CO 2 per tahun.
Pada 2019, PT Vale mulai memanfaatkan boiler listrik yang energinya bersumber dari PLTA untuk operasional pabrik pengolahan. Dengan inovasi ini, penggunaan bahan bakar high sulfur fuel oil (HSFO) berkurang sebanyak 67.047 barel per tahun. Boiler listrik PT Vale juga menjadi yang pertama digunakan di industri pengolahan di Asia Tenggara.
Sejak 2015, perusahaan juga menerapkan program penggunaan bahan bakar nabati fatty acid methyl ester (FAME) sebagai biodiesel untuk kendaraan operasional. Sepanjang 2022 PT Vale telah menurunkan emisi GRK sebesar 330.688 ton CO2eq menjadi 1.640.387 ton CO2eq, atau 17 persen lebih rendah dari tahun 2021 sebesar 1.971.075 ton CO2eq. Selama rentang waktu lima tahun, 2018 sampai 2022, penurunan emisi GRK PT Vale mencapai 373.563 ton CO2eq.