Jumat 28 Feb 2025 15:00 WIB

Pertemuan Menkeu G20 Berakhir tanpa Konsensus, Pendanaan Iklim Jadi Perdebatan

Terdapat perbedaan pandangan mengenai aksi iklim.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Logo G20 Afrika Selatan 2025
Foto: G20.org
Logo G20 Afrika Selatan 2025

REPUBLIKA.CO.ID, CAPETOWN -- Afrika Selatan (Afsel) menyuarakan kekecewaan setelah pertemuan menteri keuangan (menkeu) G20 berakhir tanpa konsensus. Sejumlah negara anggota tidak menghadiri pertemuan itu dan para delegasi yang hadir masih berbeda pendapat soal pendanaan iklim.

Pertemuan menteri keuangan dan bank sentral G20 di Cape Town, Afsel gagal menghasilkan komunike bersama. Tapi "Ringkasan Eksekutif" yang dirilis Afsel sebagai tuan mencatat para peserta pertemuan menegaskan kembali komitmen mereka dalam menolak proteksionisme.

Baca Juga

Ringkasan Eksekutif mencatat para delegasi G20 mendukung sistem perdagangan multilateral yang berbasis peraturan, tidak diskriminatif, terbuka, adil, inklusif, setara, berkelanjutan dan transparan. Ringkasan ini menggunakan kata-kata yang ditolak keras pemerintah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Afsel berharap dapat menggunakan G20 sebagai wadah untuk menekan negara-negara kaya bertindak lebih banyak dalam mengatasi perubahan iklim dan membantu negara-negara miskin melakukan transisi energi. Afsel juga berharap G20 menjadi kesempatan untuk mereformasi sistem keuangan global yang lebih menguntungkan bank investasi dibandingkan negara-negara miskin.

Namun pertemuan ini dibayangi ketidakhadiran pejabat keuangan AS, Cina, India dan Jepang serta langkah AS dan Inggris memangkas bantuan internasional. Menteri Keuangan Afsel Enoch Godongwana mengatakan ia "tidak senang" G20 tidak menghasilkan komunike bersama.

"Saya tidak akan menyebutkan nama (negara) tertentu, tapi untuk pertama kalinya isu iklim menjadi menantang, saya pikir ada pandangan, kami harus memprioritaskan hal lain dibandingkan pendanaan iklim," katanya, Kamis (27/2/2025).

Dalam konferensi pers sebelumnya ia mengatakan terdapat perbedaan pandangan mengenai aksi iklim. Tapi sebagian besar negara sepakat menolak proteksionisme dan fragmentasi ekonomi.

"Pandangan G20 yang lebih luas adalah jika risiko-risiko negatif seperti ketegangan geopolitik dan gangguan rantai pasokan muncul, hal tersebut dapat menghambat tujuan G20 untuk mencapai pertumbuhan global yang berkelanjutan dan seimbang," kata Gubernur bank sentral Jepang Kazuo Ueda.

Negara-negara G20 menyumbang 85 persen produk domestik bruto global dan 75 persen perdagangan internasional. G20 dibentuk sebagai respons terhadap krisis keuangan Asia tahun 1999 untuk meningkatkan kerja sama dalam mengatasi guncangan lintas batas negara.

Ringkasan Eksekutif yang dirilis tuan rumah menjadi fitur pertemuan multilateral saat peserta tidak mencapai konsensus formal. Ringkasan Eksekutif pertemuan di Afsel mencatat pola pertumbuhan ekonomi di seluruh perekonomian bervariasi.

"Didukung kebijakan-kebijakan moneter yang terkalibrasi dengan baik dan meredanya guncangan-guncangan pada rantai pasokan, inflasi mulai menurun, meskipun perkembangannya di berbagai negara bervariasi," kata Ringkasan Eksekutif tersebut. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement