![](https://static.republika.co.id/uploads/images/widget_box/pengacara-luthfi_240809115529-339.jpg)
Oleh : TM. Luthfi Yazid*
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus “ributnya” pengacara Hotman Paris Hutapea dan Razman Arief Nasution di Pengadilan Jakarta Utara—setelah majelis hakim menskorsing dan menutup sidang karena pihak Razman menolak keras sidang dilakukan secara tertutup-- mendapat sorotan media yang sangat luas. Keributan itu semakin disorot karena salah seorang pengacara Razman yang bernama M.
Firdaus Oiwobo, naik ke atas meja di ruang sidang itu. Nitizen, publik dan praktisi hukum pun banyak yang ikut bersuara melalui berbagai channel media. Lengkap dengan pro dan kontranya.
Tidak berhenti di situ. Razman pun dilaporkan ke Bareskrim oleh Ibrahim Palino, hakim Pengadilan Jakarta Utara karena dianggap membuat gaduh dalam persidangan. Pun beredar di media sosial penetapan Ketua Pengadilan Tinggi tentang pembekuan Berita Acara Sumpah (BAS) atas nama M. Firdaus Oiwobo, S.H., maupun atas nama Razman Arief Nasution, karenan mereka dianggap melakukan ”Contempt of Court” (CoC). Firdaus dan Razman diberhentikan secara permanen sebagai advokat.
Perseteruan Hotman dan Razman sebenarnya sudah lama ini terus bergulir menyita ruang publik karena, baik Hotman maupun Razman terus menyampaikan sikapnya yang saling serang, saling menjatuhkan.
Meskipun berbeda poisis dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, semua orang tau kalau Hotman dan Razman adalah advokat terkenal yang menyandang predikat officium nobile (profesi terhormat). Dalam situasi negeri kita seperti sekarang, dimana hukum sedang tidak baik-baik saja dan banyak persoalan-persoalan hukum yang sifatnya strategis dan memerlukan sumbangsih dan problem solving dari para advokat, maka apakah yang dipertontonkan oleh Razman, Firdaus maupun Hotman adalah sesuatu yang produktif bagi negeri ini?
Bukankah masih banyak persoalan-persoalan rakyat yang lemah (less in power) dan tidak memiliki akses pada keadilan karena dizolimi yang membutuhkan peran serta advokat? Tentu saja, mencari solusi bagi persoalan bangsa dan memperjuangkan keadilan bukan hanya tugas advokat, namun tugas kita semua terutama para penegak hukum.
Thomas S. Kuhn, seorang ilmuwan yang mendalami filsafat ilmu pengetahuan (the philosophy of science) dalam The Structure of Scientific Revolutions (the University of Chicago, 1970) menuliskan opininya yang kurang lebih seperti ini: secara saintifik, apabila di suatu masyarakat banyak terjadi anomali (dalam penegakan hukum misalnya), maka suatu saat akan terjadi perubahan paradigm dan akan lahir kelompok-kelompok pencerah yang akan menyuarakan kebenaran dan keadilan.