Kamis 25 Sep 2025 07:54 WIB

Penguatan Transisi Energi Jadi Kunci Wujudkan Cita-Cita Iklim Prabowo

Regulasi sektor energi belum ambisius dalam mencapai target Perjanjian Paris.

Rep: Lintar Satria/ Red: Satria K Yudha
Presiden Indonesia Prabowo Subianto berpidato di sidang ke-80 Majelis Umum PBB, Selasa, 23 September 2025.
Foto: AP Photo/Richard Drew
Presiden Indonesia Prabowo Subianto berpidato di sidang ke-80 Majelis Umum PBB, Selasa, 23 September 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komitmen Presiden Prabowo Subianto untuk memenuhi kewajiban Perjanjian Paris yang disampaikan di Sidang Majelis Umum PBB, perlu didukung target dan kebijakan transisi energi yang lebih ambisius. Lembaga think tank Cerah menilai Indonesia harus mempercepat target nol emisi atau net zero dari tahun 2060 menjadi lebih awal.

Direktur Eksekutif CERAH Agung Budiono mengatakan regulasi sektor energi saat ini belum terlalu ambisius dalam mencapai target Perjanjian Paris. Ia menyoroti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) hingga Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbaru yang masih membuka jalan bagi energi fosil.

Baca Juga

Agung mencatat porsi energi fosil dalam KEN masih mencapai 26,1 sampai 32 persen, sementara RUPTL merencanakan tambahan kapasitas pembangkit berbahan bakar gas dan batu bara hingga 16,6 gigawatt (GW) dalam 10 tahun ke depan.

Padahal, kata Agung, dunia harus mencapai net zero pada 2050 sesuai Perjanjian Paris. International Energy Agency (IEA) menegaskan target ini hanya bisa tercapai jika tidak ada lagi ekspansi baru di sektor batu bara, gas, dan minyak bumi.

“Presiden Prabowo sebelumnya juga telah menyatakan akan mendorong penggunaan 100 persen energi terbarukan dalam 10 tahun ke depan, jika target tersebut terealisasi maka Indonesia dapat mencapai net zero pada 2050. Karenanya, sudah seharusnya pemerintah merevisi seluruh kebijakan sektor energi dan ketenagalistrikan, mulai dari KEN hingga RUPTL, agar selaras dengan komitmen tersebut,” kata Agung dalam pernyataannya, Rabu (24/9/2025).

Direktur Eksekutif Transisi Bersih Abdurrahman Arum menambahkan pemerintah perlu merevisi kebijakan penggunaan batu bara dalam industri hilirisasi. Ia menyoroti izin pembangunan PLTU baru untuk kebutuhan smelter yang masih diberikan pemerintah.

“Pemerintah tidak bisa di satu sisi menyatakan komitmen menuju NZE, tetapi di sisi lain justru membuka ruang pembangunan PLTU baru untuk industri smelter,” kata Abdurrahman. Menurutnya, kontradiksi itu harus dihentikan agar transisi energi Indonesia lebih konsisten dan kredibel.

Program and Policy Manager CERAH Wicaksono Gitawan juga menyinggung pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menyebut perubahan iklim dan energi hijau sebagai penipuan, tepat sebelum pidato Presiden Prabowo.

“Pernyataan Presiden Trump bahwa perubahan iklim dan energi hijau adalah penipuan sama sekali tidak mencerminkan apa yang dirasakan seluruh masyarakat global. Tahun 2024 merupakan tahun terpanas sepanjang sejarah bumi, dan pernyataan tidak bijak Trump mengabaikan upaya-upaya kolektif yang sudah dilakukan secara global,” katanya.

Di Indonesia, krisis iklim diperkirakan memperburuk ancaman pangan. Kajian Cerah pada 2022 mencatat kenaikan permukaan laut setinggi satu meter bisa menenggelamkan lebih dari 130 ribu hektare sawah di pesisir, yang berarti kehilangan satu juta ton produksi beras. Angka ini cukup untuk kebutuhan lima juta penduduk.

“Jika kita mengikuti logika Presiden Trump yang keliru bahwa perubahan iklim adalah penipuan, maka taruhannya bagi Indonesia akan sangat besar. Kita sudah melihat secara langsung bagaimana masyarakat sudah merasakan dampak negatif krisis iklim, mulai dari gagal panen hingga banjir rob,” kata Wicaksono.

Presiden Prabowo Subianto dalam pidatonya pada sesi debat umum Sidang ke-80 Majelis Umum PBB di Markas PBB, New York, menegaskan dampak perubahan iklim merupakan ancaman nyata yang dihadapi banyak negara, termasuk Indonesia.

Presiden melanjutkan Indonesia juga berkomitmen memenuhi kewajibannya sebagaimana ditetapkan dalam Perjanjian Paris 2015, dan berupaya mencapai target bebas emisi pada 2060. “Kami menargetkan bebas emisi pada tahun 2060, tetapi kami yakin dapat lebih cepat mencapai itu," kata Presiden.

Prabowo melanjutkan pemerintahannya saat ini juga menanam lahan-lahan tandus seluas lebih dari 12 juta hektare, menekan kasus-kasus deforestasi, sekaligus memberdayakan masyarakat lokal sekitar hutan dengan menyediakan pekerjaan-pekerjaan yang berkelanjutan dan tidak merusak alam.

"Indonesia saat ini juga tegas (dengan komitmennya, red.) berpindah dari pembangunan berbasis bahan bakar fosil menuju pembangunan yang berbasis energi baru dan terbarukan. Mulai tahun depan, sebagian besar tambahan kapasitas listrik kami diperoleh dari pembangkit-pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan," ujar Presiden Prabowo.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement