Selasa 25 May 2010 00:49 WIB

Presiden Korsel: Korut Harus Bertanggungjawab

Rep: Wulan Tunjung Palupi/AP/RTR/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL--Korea Selatan memperkarakan Korea Utara ke Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa akibat tindakannya menembakkan torpedo pada kapal perang milik Korsel. Presiden Korsel, Lee Myung Bak, bersumpah rezim komunis Korut harus membayar serangan yang menewaskan 46 pelaut asal Korsel.

Lee mengutuk tindakan yang dilakukan negara tetangganya pada 26 Maret itu. Hubungan dua Korea yang selalu dalam tegangan tinggi pun kian memburuk setelah diketahui bahwa serangan itu memang dilakukan oleh Korut.

Ia juga mengatakan Seoul akan menghentikan seluruh perdagangan dengan Korut, yang dipastikan akan memperparah kondisi perekonomian negara miskin itu. Tanpa sanksi dari Korsel pun Korut sudah terisolasi secara finansial dan diplomatik.

Amerika Serikat sebagai salah satu sekutu Korsel di wilayah Asia Timur pun menyerukan Pyongyang harus bertanggungjawab atas tenggelamnya Kapal Cheonan. Menteri Luar negeri AS Hillary Clinton mendesak agar Cina juga mengambil tindakan diplomatik.

Cina, sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang memiliki hak veto adalah sekutu utama Korea Utara. Negeri tirai bambu inipun enggan menjatuhkan hukuman apa pun bagi sekutunya itu.

Masalah tenggelamnya kapal itu membuat suasana pembicaraan pertemuan dua hari antara Cina-AS sedikit terganggu. Dua negara itu dijadwalkan fokus pda isu-isu keuangan global, perubahan iklim dan langkah menangkal terorisme. Clinton, yang akan mengunjungi Seoul pada Rabu ini menyebut msalah dengan Korea Utara membutuhkan perhatian mendesak.

"Hari ini, kita menghadapi tantangan serius lain yang dipicu oleh tenggelamnya kapal Korea Selatan. Kita harus bekerja sama untuk mengatasi tantangan ini dalam mencapai tujuan bersama yakni perdamaian dan stabilitas di Korea," kata dia.

Gencatan Senjata Terancam

Tenggelamnya kapal Cheonan adalah bencana militer terburuk bagi Korsel sejak pecahnya Perang Korea antara 1950-1953. Saat Cheonna tenggelam sebanyak 58 anggota Angkatan laut tenggelam dan 46 diantaranya tewas di Laut Kuning dekat perbatasan antara dua Korea.

Sejak insiden itu sebuah tim peneliti internasional melakukan peyelidikan penyebab kecelakaan. Tim itu kemudian menyimpulkan bahwa sebuah kapal selam Korea telah menembakkan torpedo ke Cheonan. AKibatnya badan kapal itu terbelah dan tenggelam.

Lee, menyebut langkah itu brutal dan merupakan provokasi militer yang merupakan pola serangan Korea Selatan. pada 1987 silam, Korut pernah menembak jatuh pesawat milik Korsel dan menewaskan 115 orang.

"Kami selalu menoleransi kebrutalan Korea Utara, tapi ini terjadi lagi dan lagi. Kami melakukannya karena kami tulus menginginkan perdamaian di semenanjung Korea," kata Lee. Namun Lee menegaskan kini kondisinya berbeda dan Korea Utara akan membayar harga yang sesuai dengan tindakan yang provokatif itu. "Saya akan mengambil langkah tegas untuk membuat Korut bertanggung jawab," pungkasnya.

Gencatan senjata yang ditandatangani pada tahun 1953 mencegah Korea Selatan mengambil tindakan militer sepihak. Namun, Lee mengatakan Korea Selatan siap untuk membela diri dari provokasi.

Sementara itu Komisi Gencatan Senjata PBB menyelidiki apakah insiden tenggelamnya Cheonan melanggar perjanjian yang dimediatori oleh PBB tersebut. Di sisi lain Korea Utara tetap membantah bertanggung jawab atas tenggelamnya Cheonan.

Juru bicara Angkatan Laut Kolonel Korut, Pak Dalam Ho, menyatakan langkah apa pun untuk melakukan pembalasan atau menghukum Korea Utara berarti perang. Korea Utara secara rutin membantah keterlibatannya dalam berbagai serangan yang dituduhkan Korut, termasuk pengeboman pada 1983 yang menargetkan delegasi presiden Korsel serta ledakan pesawat pada 1987.

Bentrokan antara militer kedua Korea itu juga seringkali terjadi di perairan lepas pantai barat Korea. Korea Utara masih mempersengketakan batas maritim yang menurut mereka secara sepihak dibuat oleh pasukan PBB pada akhir Perang Korea. Sejak 1999 telah terjadi tiga kali pertempuran, yang terakhir pada November tahun lalu ketika tembak-menembak menewaskan satu tentara Korea Utara.

Hukuman Ekonomi

Menteri Pertahanan Korea Selatan Kim Tae-young mengatakan militer Korsel akan mengadakan latihan bersama dengan AS yang memiliki 28.500 tentara di wilayah ini. Dia mengatakan Seoul juga akan melanjutkan perang psikologis terhadap Utara yang telah dibekukan pada 2004 selama periode hubungan yang relatif membaik antar kedua negara.

Menteri Unifikasi dari pihak Korsel, Hyun In-taek, menegaskan lagkah untuk menghukum Korea Utara dari sektor ekonomi. Korea Selatan akan memutus semua perdagangan dengan Korea Utara dan melarang kapal kargo dari wilayah Korsel memasuki perairan Korea Selatan. Seoul adalah mitra dagang Korut nomor dua tersebsar setelah Cina.

Meskipun demikian sebuah kawasan industri bersama di kota perbatasan Korea utara, Kaesong di mana 110 perusahaan Korea Selatan mempekerjakan sekitar 42.000 warga Korea Utara, akan tetap terbuka. "Seoul juga akan terus memberikan bantuan kemanusiaan untuk bayi, anak-anak dan warga lanjut usia,' kata Hyun.

Korea Utara telah dijatuhi dua resolusi Dewan Keamanan sejak melakukan uji coba nuklir pada 2006. Sementara kalangan pengusaha menilai sanksi ekonomi memang belum tentu akan menghentikan Korea Utara. "Namun saya rasa ini adalah balasannya," kata pengusaha Korsel Park Joo-shin. Menurut dia kita tidak bisa hanya duduk diam dan menonton mereka bertindak semaunya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement