REPUBLIKA.CO.ID,Setelah dengar pendapat diwarnai debat sengit, dewan komunitas kota Manhattan akhirnya mendukung proposal untuk membangun pusat komunitas Muslim di dekat World Trade Center atau dikenal Ground Zero, tempat terjadi tragedi 11 September. Sejumlah 29 anggota memilih menyetujui, 1 suara menolak dan 10 sisanya memilih abstain, demikian rilis The New York Times, 25 Mei.
Empat jam sebelumnya terjadi tarik ulur antara mereka yang mengatakan pusat komunitas akan menjadi monumen toleransi dan pihak yang meyakini itu justru menyulitkan korban serangan teroris saat tragedi terjadi 2001. Meski tak memiliki kekuatan menggagalkan rencana pembangunan pusat komunitas, pemungutan suara dewan komunitas dipandang penting sebagai barometer sentimen masyarakat sekitar.
Para siswa sekolah menengah dan rabi adalah beberapa di antara lebih 100 orang yang bersuara dalam dengar pendapat. Beberapa membawa gambar anggota keluarga yang terbunuh dalam serangan, sementar yang lain membawa poster bertuliskan “Show respect for 9/11. No mosque!”
C. Lee Hanson, 77 tahun, ayah seorang anak lelaki, Peter, yang terbunuh dalam tragedi mengatakan, ia menentang pendirian bukan karena ia tak toleran. Namun, karena ia meyakini membangun sebuah penghormatan terhadap Islam dekat WTC sangatlah tidak sensitif.
"Sakit itu tak pernah pergi," ujar Hanson. "Ketika saya melihat ke sana dan melihat sebuah masjid, itu akan melukai. Bangun saja ditempat lain."
Sementera seorang penulis dari TriBeCa, Jean Grillo, mendebat, berteriak kepada keyakinan lain sungguh meremehkan nilai-nilai Amerika. "Tempat mana lagi yang lebih baik untuk mengajarkan toleransi selain area dimana kebencian berupaya membunuh toleransi," ujar wanita itu.
Bangunan yang dinamai Cordoba House, akan memiliki 15 lantai dan berjarak dua blok arah utara dari lokasi menara kembar dulu berada. Bangunan akan memiliki aula ibadah sekaligus auditorium seni berkapasitas 500 kursi, sekolah kuliner, sebuah kolam renang, restoran dan fasilitas lain.
Bukan hanya dari warga Manhattan dan New York, bangunan itu juga mendapat penolakan terus-menerus dari warga AS dan luar negeri. Beberapa hari lalu, Dewan Komunitas No 1, yang mewakili Lower Manahattan dibanjiri ratusan telepon dan surat elektronik terkait proposal tersebut. Sebagian besar mereka justru berasal dari luar New York.
Beberapa anggota yang absen mengatakan mereka sebenarnya menginginkan waktu untuk mempelajari proyek Cordoba lebih jauh, namun dewan menolak sikap pengunduran pemilihan suara hingga sebulan lagi.
Pejabat kota, termasuk walikota New York, Michael R. Bloomberg, juru bicara Dewan Kota, Christine C. Quinn dan presiden distrik Manhattan, Scott M. Stringer berada di balik suara-suara yang memilih menyetujui proposal. Dewan Kota--meski tak bisa menggagalkan--sebenarnya bisa mengubah keputusan pembuatan Landmark tersebut.
Namun, Christine menyatakan akan membantu penyelesaian konstruksi bangunan. "Saya sangat yakin, kami dapat menemukan jalan baik untuk konsep landmar dan pendirian masjid secara bersamaan untuk terus diwujudkan," ujarnya.
Imam Feisal Abdul Rauf, salah satu tokoh penggagas pendirian (penulis buku yang diterjemahkan penerbit Mizan "Seruan Adzan dari Puing WTC") mengatakan pada dewan bahwa pusat komunitas akan membantu "menjembatani dan menyembuhkan perpecahan" di antara Muslim dan pemeluk agama lain.
"Kami mengutuk aksi serangan 11 September dan kami mengutuk terorisme dengan kadar yang sama," ujarnya.
Pusat tersebut, apabila terwujud, diharapkan membuka lapangan pekerjaan bagi 150 tenaga permanen, 500 tenaga paruh waktu. Tak hanya itu, ia juga akan menawarkan rangkaian kemajemukan budaya yang menjadi model 92nd Street, nama jalan dimana bangunan akan didirikan.