REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tepat pada hari ini, 23 tahun silam, tragedi besar mengguncang Amerika Serikat (AS). Menara Kembar World Trade Center (WTC), Kota New York, ditabrak pesawat terbang pada pagi tanggal 11 September 2001. Beberapa saat sebelumnya, kendaraan tersebut dibajak sekelompok teroris, yang akhirnya juga ikut tewas dalam kejadian ini.
Beberapa waktu seusai 11 September 2001--tanggal yang kemudian dikenang sebagai 9/11--publik AS mendesak pemerintah setempat untuk melakukan pengusutan secara menyeluruh. Di antara yang menjadi perhatian mereka adalah, mengapa tabrakan dua pesawat dapat meruntuhkan dua gedung pencakar langit?
Diketahui, pesawat terbang Boeing 767-223ER yang sedang dibajak lima orang teroris, menabrak Menara Utara WTC pada pukul 8.46 pagi 11 September 2001 waktu setempat. Pesawat maskapai American Airlines itu mengangkut 11 kru dan 76 penumpang.
Kemudian, pada pukul 09.03 pesawat terbang Boeing 767–222 berlabel United Airlines menabrak Menara Selatan WTC di hari yang sama juga. Lima teroris diketahui membajak pesawat tersebut, yang sedang mengangkut sembilan kru dan 51 penumpang.
Tidak ada korban selamat. Dengan runtuhnya kedua menara kembar WTC itu, sebanyak 2.606 orang di dalam gedung juga ikut menjadi korban jiwa.
Majalah sains Europhysics News volume 47/4 Tahun 2016 memuat hasil riset yang berjudul "15 years later: On the physics of high-rise building collapses" (Lima Belas Tahun Kemudian: Kajian Fisika di Balik Runtuhnya Bangunan Tinggi). Tulisan ini berusaha menemukan penjelasan ilmiah di balik kejadian 9/11 atau runtuhnya menara kembar WTC pada 11 September 2001 silam.
Para penulisnya terdiri atas Steven Jones (profesor fisika Brigham Young University), Robert Korol (profesor teknik sipil McMaster University), Anthony Szamboti (insinyur konstruksi mesin pada industri penerbangan), dan Ted Walter (arsitek dan insinyur 9/11 Truth).
Bukan hanya dua menara kembar yang menjadi perhatian mereka. Sebab, dalam area WTC, ada satu bangunan lagi, yakni Gedung 7 WTC.
Terdiri atas 47 lantai, bangunan tersebut juga rata dengan tanah pada hari yang sama ketika 9/11 terjadi. Adapun Gedung 7 WTC dipastikan tidak ikut ditabrak pesawat terbang. Baik Menara Kembar maupun Gedung 7 WTC memiliki konstruksi kerangka baja.
Para ilmuwan yang menyajikan artikel "15 years later" mengaku tidak puas dengan hasil investigasi Institut Standar dan Teknologi Nasional (NIST) Amerika Serikat pada 2008 lalu. NIST sebelumnya memaparkan, kejadian 9/11 cenderung disebabkan oleh kebakaran, yang dipicu tabrakan pesawat terbang. Kobaran api lalu meludeskan ketiga bangunan WTC, termasuk kerangka baja yang menopang ketiganya.
Keraguan pun mencuat di kalangan ilmuwan. Sebab, bila simpulan NIST itu sahih, maka kejadian 9/11 adalah satu-satunya peristiwa di mana amukan api bisa meluluhlantakkan bangunan tinggi berkerangka baja. Padahal, lanjut para ilmuwan itu, menara berkerangka baja semestinya hanya bisa runtuh dalam sekejap dengan cara penghancuran yang disengaja (controlled demolition), antara lain denngan menggunakan bahan peledak.