REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Rusman Heriawan menilai disetujuinya kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) oleh DPR pada awal Juli mendatang akan mendorong laju inflasi.
Menurutnya dengan kenaikan rata-rata 10 persen, maka kontribusi terhadap komponen inflasi secara keseluruhan yakni 0,24 persen. "Kontribusi secara-rata sekitar 0,24 persen, namun ini belum termasuk Indirect efek dari kenaikan tersebut," ujar Rusman, ketika dihubungi Republika Rabu (16/6).
Efek bersandar itu, jelas Rusman, jika kenaikan tersebut menaikan harga barang dan jasa lainnya. Termasuk juga kenaikan ongkos produksi yang disebabkan oleh meningkatnya TDL bagi sektor Industri. "Dalam industri, komponen listrik itu antara 3 sampai dengan 5 persen pada Cost produksi," terangnya. Rusman mencontohkan jika kenaikan 10 persen maka dapat menaikan ongkos produksi sebesar 0,5 persen.
Namun hal yang perlu dikhawatirkan jika kenaikan itu menyebabkan efek bersandar yang diluar kontrol. Sejumlah menaikan harga jual barangnya diluar batas kewajaran dengan alasan kenaikan tarif dasar listrik. "Sayanganya kadang-kadang masyarakat malah menerimanya saja," ucap dia.
Rusman mengakui kenaikan harga listrik di Industri bisa memberikan multiplier effect kenaikan harga berkali -kali lipat jika menghitungnya sampai sepanjang tahun mendatang. Dia mencontohkan dengan listrik naik maka ongkos produksi juga naik, kemudia harga barang juga naik.
Setelah itu harga barang tersebut dijual ke Industri lain. Sehingga membuat Industri (yang beli barang) itu turut menaikan harga jualnya. "Jika model ini di runut secara terus menerus sampai dengan kebawah, maka harga jatuh kebawah bisa berkali-kali lipat," terangnya.
Namun Rusman menegaskan secara keseluruhan inflasi sampai dengan akhir tahun ini masih cenderung sesuai dengan proyeksi yang ditetapkan oleh pemerintah 5,3 persen. "Proyeksi inflasi itu kan telah memasukan komponen kenaikan TDL,"