REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--PKS dianggap tidak dapat meraih suara signifikan dengan upayanya membuka diri terhadap anggota atau kader non-Muslim. Usaha mendekatkan diri dengan golongan NU dan Muhammadiyah justru dipandang lebih potensial bagi pemenangan PKS di 2014.
Peneliti politik senior dari LSI, Burhanudin Muhtadi, mengatakan ada dua langkah besar yang harus dilakukan PKS setelah menegaskan keterbukaannya. Pertama, PKS harus meyakinkan internal partainya bahwa keterbukaan itu tidak akan mengubah tujuan partai. Kedua, PKS harus bekerja keras meyakinkan kalau nasionalisasi PKS benar-benar terjadi.
''Kalau ke depannya PKS makin terbuka dan ke tengah, paradigma PKD berisiko membuatnya ditinggal massa PKS yang dipenuhi kader muda dengan pikiran konservatif,'' tutur Burhanudin, Senin (21/6).
Usaha meyakinkan kalangan pemilih yang tidak beragama Islam kalau PKS terbuka atas semua agama pun dilihat Burhanudin tidak mudah. Selama ini PKS kerap dianggap memiliki agenda tertentu. Burhanudin mengatakan, PKS harus bekerja keras menggapai kesan keterbukaan itu.
Tanpa upaya maksimal, alih-alih mendapat pemilih baru dari kalangan non-Muslim, PKS bahkan bisa kehilangan basis massa konservatifnya. ''Di pemilu 2009 itu sudah terjadi,'' katanya.
Pemilih setia di kawasan Jakarta, Jawa Barat, dan Sumatra Utara hijrah ke partai lain. Alasannya, PKS dipandang telah melenceng dari khittah-nya.
Karena itu Burhanudin menilai akan jauh lebih strategis bila keinginan PKS menambah suara diperoleh dengan mempererat hubungan dengan keluarga Muslim dengan persentase terbesar di Indonesia. Yakni, NU dan Muhammadiyah. ''Benahi kesalahpahaman antara PKS dengan NU dan Muhammadiyah,'' ujarnya.
Pendekatan ke keduanya diyakini dapat mendongkrak lebih banyak suara. Ketimbang sekadar membuat pencitraan politik lewat merangkul lebih banyak kader dan anggota non-Muslim.