Rabu 28 Jul 2010 02:38 WIB

KPK Segera Buka Pusat Pelaporan Gratifikasi di Instansi Pemerintah

Rep: Yasmina Hasni/ Red: Endro Yuwanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--KPK akan segera membuka pusat pelaporan gratifikasi di PT Pertamina (Persero) serta Kementerian Komunikasi dan Informatika, untuk menjaring lebih banyak laporan gratifikasi. Sebab, sejauh ini pejabat lembaga negara maupun perusahaan pelat merah yang melaporkan gratifikasinya ke KPK masih sedikit.

"Bulan depan akan dibuka di Pertamina, Kemenkominfo, dan Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perdagangan. Itu yang sudah siap," ujar Wakil Ketua KPK bidang Pencegahan, Haryono Umar seusai pembukaan Rapat Kerja Nasional Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah di Hotel Borobudur, Selasa (27/7).

Hal ini menjadi penting karena gratifikasi, menurut Haryono, merupakan asal muasal korupsi. Namun, banyak institusi yang merasa jarak KPK dengan lokasi mereka terlalu jauh hingga merasa kebingungan hendak melapor ke mana.

Padahal, kata Haryono, mereka wajib menyampaikan ke KPK semua penerimaan selain gaji, dalam bentuk apapun. "Sesuai dengan pasal 10 UU No 10/2001, gratifikasi dianggap suap apabila berkaitan dengan jabatan dan bertentangan dengan tugas dan kewajiban," jelasnya.

Padahal, lanjut Haryono, jika seseorang sudah melaporkannya, tuduhan suap itu gugur. Sayangnya, jika seorang itu tidak melakukan pelaporan, maka bisa terkena pasal suap dan bisa dipidana.

Tahun lalu, kata Haryono, KPK hanya menerima sekitar 300 laporan gratifikasi. Sedangkan tahun ini baru menerima 128 laporan dan mayoritas merupakan laporan penerimaan uang dari tamu acara pernikahan. "Padahal, gratifikasi kan segala macam, seperti dia dapat honor," katanya.

Penyebab sepinya laporan itu, ucap Haryono, mungkin karena calon pelapor bingung harus melapor ke mana. Karena itulah KPK mencoba menjemput bola dengan membuka pusat pelaporan di lembaga negara dan BUMN. "Nanti (Pusat Pelaporan) akan koordinasi dengan KPK, lalu penindakannya (dilakukan) KPK. Setelah Pertamina dan Kemenkominfo, akan bertahap di lembaga lain dan di daerah juga," paparnya. Jika telah terbentuk, maka KPK akan melengkapinya dengan mekanisme pelaporan gratifikasi sehingga setiap pejabat atau pegawai negeri sipil (PNS) lainnya bisa melapor.

Di sisi lain, proses pemeriksaan gratifkasi tetap dilakukan KPK. "Nanti koordinasi dengan KPK," terangnya. Haryono menambahkan, gratifikasi itu intinya adalah penerimaan lain selain gaji, dalam bentuk apapun dan nilai berapapun. Dia mengatakan, setiap PNS yang menerima gratifikasi wajib melapor kepada KPK dalam waktu 30 hari kerja.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement