REPUBLIKA.CO.ID, GRESIK--Elaine Robinson, seorang guru dari Lewis and Clark Middle School, Oklahoma, Amerika Serikat (AS), Elaine Robinson, menilai, Islam itu tulus, penuh kedamaian dan jauh dari kebencian. "Selama ini telah terjadi prasangka buruk terhadap Islam di negara barat. Sementara kesan yang saya dapat tentang Islam di Indonesia jauh dari segala prasangka buruk itu," ujarnya.
Elaine tengah mengikuti Program Kerjasama Lembaga Pendidikan Darul Ulum Medali, Sugio dengan East West Center Hawaii, Senin. Lewat program tersebut, selama satu minggu mulai 28 Juli hingga 3 Agustus, tiga guru dari AS mengamati secara langsung kehidupan di pesantren.
Mereka adalah Elaine Robinson sendiri, Grace Chao, guru dari Charter School, Hilo, Hawaii dan Namji Steinemann, Direktur AsiaPacificEd, East West Center. "Saya sedikit sekali mengenal Indonesia dan sedikit sekali mengenal Islam. Murid-murid saya ketika saya tanya tentang Indonesia ada di mana, mereka tidak tahu. Banyak kesalahpahaman dan prasangka buruk masyarakat barat terhadap Islam," katanya
Padahal, saat ke pesantren, ia menyaksikan ketulusan dan senyum yang lebar dari semua santri. Tidak ada yang perlu ditakutkan dengan Islam, kata mereka, contohnya anak-anak bisa menerima mereka apa adanya meskipun mereka beragama Kristen, berkulit putih atau berwajah China.
Elaine mengaku tidak ada yang rahasia di pesantren. Ia pun heran mengapa Islam sering disudutkan atau dianggap buruk oleh negara barat. Sekembali ke Amerika nanti ia ingin menceritakan semua yang ada di sini, agar anak-anak di negaranya lebih paham tentang Indonesia dan Islam.
"Semoga dari pengalaman yang saya dapatkan, anak-anak sedunia utamanya di Amerika jika kelak menjadi pemimpin bisa saling menghormati dan mengerti, agar dunia ini menjadi damai," ujarnya
Sementara Grace mengaku terkesan dengan kehidupan santri yang sangat sederhana itu. Grace heran mengapa mereka begitu senang dan ceria hidup di asrama yang sempit dengan kamar kecil hanya untuk menyimpan pakaian dan buku.
Untuk tidur bahkan beberapa tak menggunakan tikar, makanan yang sederhana, belajar agama di lantai tanpa meja dan kursi. "Siswa-siswi di Amerika harus tahu ini dan harusnya mereka bersyukur terhadap apa yang telah dipunyai sekarang," tutur Grace.
Menurut dia, mereka sejak dini telah diajari bagaimana menghadapi masa-masa sulit dalam hidupnya. Sedangkan siswa di Amerika hanya meminta tanpa tahu apa yang dilakukan saat ada bencana atau saat dunia ini dilanda krisis energi dan air bersih.
"Untuk itulah saya sangat bersyukur bisa melihat pesantren ini," katanya Sementara, Wakil Ketua Yayasan PP Sunan Drajat Medali/Sugio, R Chusnu Yuli Setyo mengutarakan, tahun 2011 akan ada program pertukaran guru dan siswa ke Amerika yang diatur oleh East West Center Hawaii.