REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty Natalegawa menyatakan, tidak boleh dibenarkan sama sekali apalagi memberlakukan diplomasi `tukar guling` warga dengan pihak asing, termasuk terkait "Insiden Bintan". "Itu (diplomasi barter atau tukar guling) tidak benar dan tidak boleh dibenarkan, dan sama sakali kami tidak lakukan (terkait pelepasan tujuh nelayan Malaysia yang ditangkap di perairan Indonesia dan dilepasnya tiga petugas KKP Indonesia oleh Polisi Malaysia)," katanya di hadapan Rapat Komisi I DPR, di Jakarta, Rabu.
Ia berulangkali menegaskan dan meyakinkan para anggota Komisi I DPR RI dari berbagai fraksi tersebut, sama sekali tidak ada wacana atau rencana dan kemungkinan mengenai masalah `barter`. "Itu tidak pernah masuk dalam pikiran kami dan tidak pernah dibayangkan," katanya dan beberapa kali minta semua ini akan dijelaskan lebih lanjut oleh Duta Besar (Dubes) RI di malaysia, Dai Bachtiar dan Konsul Jenderal (Konsul) RI di Johor, Malaysia.
Rapat Komisi I DPR RI yang dimulai sekitar pukul 10.10 WIB itu, dipimpin langsung Ketua-nya yang baru, Mahfud Sidiq (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera), didampingi beberapa wakil ketua, seperti Tubagus Hasanuddin (Fraksi PDI Perjuangan), Hayono Isman (Fraksi Partai Demokrat) dan mayoritas anggota.
Tidak seperti pemberitaan selama ini, yang menyebut Kemenlu serta Pemerintah RI bersikap lembek menghadapi "Insiden Bintan" (pelanggaran kedaulatan perairan RI di dekat Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau), yakni penahanan tujuh nelayan Malaysia oleh Polri serta digiringnya tiga pejabat Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) RI oleh Polisi Air Malaysia.
"Sesudah peristiwa itu, yakni sekitar tanggal 14 Agustus 2010, langsung saya mencari informasi ke mana-mana. Sistem kami berjalan. Baik untuk mencari keterangan melalui Dubes RI, Konjen RI yang malah langsung menelusuri ke Kantor Polisi Air serta pihak Kesultanan setempat," paparnya. Setelah mendapat data konkret, tanpa menunggu pengiriman nota diplomatik, ia langsung menyampaikan protes ke Menlu Malaysia.
"Saya sampaikan protes jika petugas resmi kami yang tengah melaksanakan tugas resmi Negara, disamakan dan seolah di-`barter` atau di-`tukarguling`-kan dengan nelayan asing yang melanggar wilayah kedaulatan kita. Dan itu saya sampaikan ke Menlu Malaysia, sebelum keluarnya nota diplomati (yang dianggap terlalu terlambat pengirimannya)," ujarnya.
"Saya protes langsung setelah tanggal 16 (Agustus 2010) kami dapat informasi cukup lengkap, dan protes keras itu langsung disampaikan sebelum lahirnya nota diplomatik," katanya.
"Dan yang jelas, sesudah itu ada `mindset`-nya yang jelas dan sama di antara kita (Menlu RI dan Menlu Malaysia), bahwa tiga orang ini tidak bisa ditahan. Mereka petugas resmi Negara kami. Kalau kalau ada pelecehan sebagaimana pemaparan tiga petugas itu, itu urusan lain, akan ditindaklanjuti," ujarnya lagi.