REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) mendukung upaya pemerintah di bawah Kementerian Hukum dan HAM dalam mewujudkan Program Indonesia Bebas Pemasungan 2014.
''Komas HAM akan melakukan langkah tahap demi tahap untuk memberikan pesan ke seluruh daerah agar tidak ada lagi orang gila yang dipasung atau dirantai,'' ujar Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM, Nur Kholis, akhir pekan lalu.
Menurut Nur Kholis, Indonesia boleh bangga karena negara yang pertama kali di dunia yang memperhatikan HAM orang gila. Sementara, Australia dan Korsel baru akan mengadakan studi banding ke Indonesia. Kemudian pada akhir 2010 Indonesia menjadi tuan rumah dalam Sidang Asia Pasifik di Bali khusus membahas HAM orang gila.
Nur Kholis menambahkan, setiap manusia memiliki hak sejak ia dilahirkan, termasuk orang yang mengidap penyakit kejiwaan sekalipun. Tidak pernah ada satu manusia pun yang dilahirkan tersebut berharap kelak akan menderita gangguan jiwa.
Namun, karena alasan kesehatan, negara berhak membatasi hak mereka. Misalnya, mereka tidak bisa mendapatkan hak dalam bidang politik. Selebihnya, mereka tetap bisa mendapatkan hak kehidupan yang layak, jaminan keamanan, bebas dari tindak kekerasan, serta jaminan kesehatan. Semua wajib dipenuhi oleh negara.
Secara eksplisit, negara tidak memuat secara khusus jaminan terhadap orang-orang yang memiliki penyakit jiwa dalam sebuah konstitusi. Hanya di dalam Pasal 34 UUD 1945 yang berbunyi "fakir miskin dan anak anak terlantar dipelihara oleh negara" bisa menjadi landasan hukum yang menjamin hak-hak mereka.
Berdasarkan ketentuan pasal ini sudah jelas bahwa pemerintah wajib memperhatikan orang-orang yang berkebutuhan khusus ini, dalam artian pemerintah tidak boleh lepas tangan terhadap permasalahan ini. Selain itu, UU HAM No 39/1999 bisa dijadikan jaminan hukum bahwa setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa ada diskriminasi.
Di dalam Pasal 22 Deklarasi Hak Asasi Manusia yang berbunyi, "Setiap orang, sebagai anggota masyarakat, berhak atas jaminan sosial dan berhak akan terlaksananya hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya, melalui usaha-usaha nasional maupun kerjasama internasional, dan sesuai dengan pengaturan serta sumber daya setiap Negara.”
Dan dalam Pasal 6 Ayat 1 Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik juga diatur tentang setiap manusia berhak untuk hidup yang melekat pada dirinya. Hak ini wajib dilindungi hukum. Tidak seorangpun dapat dirampas hak hidupnya secara sewenang-wenang. “Kami menilai, pemerintah adalah pihak yang paling bertanggung jawab untuk memenuhi hak hidup tersebut,” tegas Nur Kholis.
Diungkapkan Nur Kholis, pelanggaran hak-hak terhadap orang yang mengalami gangguan kejiwan semakin tahun semakin bertambah. Kematian orang gila yang ada di panti-panti juga terus meningkat.
Dalam laporan yang masuk ke Komnas HAM hingga Juni 2010, mereka yang ada di panti-panti meninggal dua sampai tiga orang per hari, disebabkan kekurangan gizi. Banyak panti yang over kapasitas, sehingga jatah uang makan yang seharusnya Rp 15 ribu per orang untuk 400 orang, harus dibagikan kepada 600 orang. ''Artinya tidak cukup untuk memberikan gizi yang baik untuk para penderita sakit jiwa itu, dan akhirnya dia meninggal,'' tegas Nur Kholis.