REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota Komisi III DPR Panda Nababan terus menggalang dukungan. Politisi PDI Perjuangan ini pun mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) agar bisa mengawasi proses hukum dalam kasus dugaan suap cek pelawat pemilihan deputi gubernur senior Bank Indonesia tahun 2004.
"Saya meminta Komnas HAM untuk melakukan monitoring karena proses hukum masih berjalan," kata Panda usai menemui komisioner Komnas HAM, Jumat (15/10).
Menurutnya, ia khawatir sebab dalam vonis rekan sesama politisi PDI Perjuangan Dudhie Makmun Murod disebutkan, Panda menerima cek Rp 500 juta. "Padahal selama sidang sewaktu saya menjadi saksi, saya tidak pernah sekalipun ditanya oleh majelis apakah menerima cek atau tidak," ujar Panda.
Selain itu, Panda disebut sebagai koordinator pemenangan Miranda Goeltom. Padahal Ketua Fraksi PDIP saat itu Tjahjo Kumolo dan tiga saksi lainnya menyebutkan tidak ada yang namanya koordinator pemenangan.
Salah satu kuasa hukum Panda, Patra M Zen menjelaskan, pihaknya melaporkan kasus ini ke Komisi Yudisial maupun Komnas HAM karena mendukung upaya pemberantasan korupsi. Tetapi,imbuhnya, Pengadilan Tipikor juga terikat pada prinsip pemenuhan HAM. Yaitu, menjamin adanya pengadilan yang independen, imparsial, dan fair.
"Pengaduan Panda karena adanya perlakuan tidak adil saat majelis hakim Pengadilan Tipikor memeriksa perkara Dudhie Makmun Murod karena ada manipulasi fakta persidangan," jelas Patra.
Selain itu, lanjut Patra, dikhawatirkan juga Panda tak mendapatkan penyelesaian hukum yang adil. Hal ini sesuai Pasal 1 angka 6 UU Nomor 39/1999 tentang HAM. Mantan Ketua YLBHI ini pun mengapresiasi janji Komnas HAM untuk menindaklanjuti dengan tiga langkah. Diantaranya melakukan kajian terhadap putusan, melakukan pemantauan proses hukum, dan akan memberikan opini hukum (amicus currae) jika nanti dilaksanakan persidangan terhadap Panda.
Komnas HAM akan menelusuri permintaan Panda. "Yang jelas setiap orang berhak mendapat keadilan yang fair seperti dalam hal penetapan orang sebagai tersangka atau terdakwa. Kami akan mendalami lebih lanjut untuk menghindari adanya ketidakadilan," ujar Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim.