REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota Komisi XI DPR, Arif Budimanta, mengatakan, pemerintah seharusnya berani melakukan penghematan anggaran dalam rangka mengurangi defisit dan beban pembayaran utang. "Pemerintah harusnya dapat menarik pelajaran dari keberanian Pemerintah Inggris untuk menghemat anggaran dalam rangka mengurangi defisit dan beban utang," kata anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu di Jakarta, Kamis (21/10).
Arif menjelaskan, berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2010, potensi ketidakhematan belanja negara diakibatkan oleh penggunaan input dengan harga atau kuantitas/kualitas yang lebih tinggi dari standar, kuantitas/kualitas yang melebihi kebutuhan, dan harga yang lebih mahal dibandingkan dengan penggadaan serupa pada waktu yang sama.
"Untuk itu penataan ulang/audit perencanaan anggaran diperlukan, yang kemudian harus diperkuat dengan pengawasan dan pengendalian," katanya.
Sebelumnya Koalisi untuk APBN Kesejahteraan menilai bahwa penyusunan RAPBN 2011 kurang berkaitan langsung dengan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Koalisi Lembaga swadaya masyarakat (LSM) itu mengungkapkan bahwa dalam APBN 2011 akan ada pengadaan 4.041 kendaraan dinas roda empat dan roda dua senilai Rp 32,572 miliar di 20 kementerian/lembaga (K/L).
Pengadaan kendaraan tersebut ditengarai sebagai lahan subur korupsi. Apalagi, mengingat berdasarkan Perpres Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa, pengadaan kendaraan dinas dapat dilakukan dengan penunjukan langsung. Penelusuran LSM itu juga mengungkapkan ditemukan banyak standar biaya kendaraan dinas yang melebihi standar biaya yang ditetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 100 tahun 2010 tentang Standar Biaya Umum.
Sebagai contoh, di BPK akan diadakan 49 unit kendaraan dinas dengan nilai Rp 24,8 miliar, atau (dengan harga) per unit Rp 506,6 juta. Padahal berdasarkan PMK, standar biaya pengadaan kendaraan setingkat eselon I hanya Rp 400 juta. Koalisi LSM itu juga menyorot pengadaan setidaknya 3.109 notebook atau komputer senilai Rp 32,5 miliar di tujuh K/L pada 2011.
Padahal aset berupa notebook dan komputer adalah aset yang paling sulit untuk diidentifikasi keberadaannya, sehingga dinilai sangat rawan korupsi. Koalisi LSM itu juga menilai RAPBN 2011 rawan pemborosan karena senilai Rp 6,1 triliun belanja modal dalam RAPBN 2011 disebutkan akan terserap hanya untuk perawatan dan pengadaan gedung kantor atau rumah dinas.