REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Para petinggi Fraksi Partai Golkar mengaku tidak kaget dengan sikap Pemerintah mengabaikan aspirasi rakyat yang menghendaki pemberian gelar pahlawan kepada mantan Presiden Soeharto. Demikian dinyatakan jurubicara Fraksi Partai Golkar (FPG) di Komisi I DPR RI, Paskalis Kossay di Jakarta, Kamis (11/11).
Hanya saja, bagi Paskalis Kossay, sikap "istana kepresidenan" --yang menolak pemberian gelas pahlawan nasional kepada pak Harto-- itu dianggapnya bertentangan dengan nilai-nilai kejuangan dan nasionalisme bangsa.
"Bahkan jika dikaitkan dengan pemberian anugerah bintang jasa kepada ibunda Obama (Presiden AS), ini tak saja bertentangan dengan nilai-nilai kejuangan dan nasionalisme bangsa, tetapi jelas-jelas meremehkan harga diri bangsa," tegasnya.
Ia menegaskan pula, nilai-nilai kejuangan, nasionalisme dan harga diri bangsa itu telah dengan konsisten diperjuangkan seluruh kekuatan jiwa raga oleh anak bangsa, termasuk Soeharto.
"Agaknya di mata 'orang-orang istana', ibunda Obama lebih hebat ketimbang pak Harto. Pertanyaannya, apakah dengan sikap 'cari muka' dari bangsa lain akan memberi keuntungan signifikan bagi kepentingan nasional, atau hanya 'proyek pencitraan' semata," tanya Pasklis Kossay.
Sebelumnya Dewan Gelar, Tanda Kehormatan, dan Tanda Jasa memastikan mantan Presiden Soeharto (alm) tidak mendapat gelar pahlawan masional. Kepastian itu disampaikan dalam acara penganugerahan gelar pahlawan dan gelar kehormatan di Istana Negara, Jakarta, Kamis (11/11), yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Pemerintah melalui Keputusan Presiden No 52 TK/2010 akhirnya memberikan gelar Pahlawan Nasional hanya kepada dua tokoh, yaitu Dr Johannes Leimena dan Johannes Abraham Dimara. Sebelumnya, Kementerian Sosial mengajukan 10 nama tokoh yang telah diseleksi untuk memperoleh gelar pahlawan nasional kepada Dewan Gelar, Tanda Kehormatan, dan Tanda Jasa.
Sepuluh tokoh itu adalah mantan Gubernur DKI Ali Sadikin dari Jawa Barat, Habib Sayid Al Jufrie dari Sulawesi Tengah, mantan Presiden HM Soeharto dari Jawa Tengah, mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid dari Jawa Timur. Kemudian Andi Depu dari Sulawesi Barat, Johanes Leimena dari Maluku, Abraham Dimara dari Papua, Andi Makkasau dari Sulawesi Selatan, Pakubuwono X dari Jawa Tengah, dan Sanusi dari Jawa Barat.