REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ketua Pansus RUU Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nusron Wahid mengatakan, saat ini pembahasan RUU tersebut mulai memasuki tahap krusial yaitu soal struktur kelembagaan, terutama masalah Dewan Komisioner (DK).
"Pembahasan OJK tinggal menyisakan dua bab pokok bahasan penting, yaitu soal struktur kelembagaan, terutama masalah Dewan Komisioner (DK) dan Protokol Koordinasi antara OJK dengan BI, Pemerintah dan LPS," kata Nusron di Jakarta, Rabu (1/12).
Dikatakannya, untuk DK konsep pemerintah terdiri dari tujuh orang yaitu dua 'ex-officio' dari Kemenkeu dan dari Deputi Gubernur BI, dua dari unsur profesional dan akademisi yang dipilih DPR dan tiga kepala eksekutif bidang pengawas perbankan, pasar modal dan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB).
Fraksi-fraksi terutama Partai Golkar, PKS, PDIP dan fraksi-fraksi lain kecuali Partai Demokrat menghendaki agar ketujuhnya dipilih DPR. Namun pemerintah keberatan. Pada akhirnya DPR menawarkan konsep alternatif dan kompromi, 'ex-officio' tetap diperlakukan namun statusnya 'no voting right'.
"Hingga saat ini pemerintah minta ditunda dan akan dilanjutkan pembahasan pada Rabu malam hingga Jumat malam secara maraton," katanya.
Dengan konsep alternatif itu, lanjutnya, berarti DK yang dipilih menjadi lima orang. Kelima DK nantinya bersifat kolektif. Mereka dipimpin oleh seorang ketua dan wakil ketua yang dipilih di antara mereka.
Kelima DK itu nantinya akan memilih ketua komite eksekutif, yang dipilih dari satu diantara anggota DK. Kepala komite eksekutif itu lah yang bertugas dalam hal-hal pengawasan jasa keuangan.
Sementara DK merupakan institusi tertinggi dalam OJK yang tugasnya merumuskan kebijakan dan membuat regulasi di bidang jasa keuangan. Dalam menjalankan tugasnya, kata Nusron, kepala komite eksekutif didampingi beberapa deputi eksekutif bidang pengawas perbankan, pasar modal, IKNB, syariah, proteksi nasabah, hukum dan sebagainya.
Para deputi diangkat oleh DK atas usulan kepala eksekutif. Nusron mengatakan, antara pemerintah dan fraksi-fraksi juga belum sepakat dalam pasal mengenai tatacara pemilihan. Setidaknya ada empat opsi yang berkembang, pertama, versi pemerintah, calon DK diajukan pemerintah kepada DPR untuk 'fit and proper test'.
Kedua, DPR yang makukan seleksi dan menjaring dari masyarakat, di 'fit proper test' kemudian diserahkan ke presiden untuk mendapatkan pengesahan dan penetapan. Ketiga, usulan calon dari pemerintah kepada DPR namun calon tidak boleh tunggal, dan maksimal tiga orang untuk satu anggota DK. Kalau semua calon yang diajukan ditolak DPR, Presiden harus mengajukan calon lain setelah berkonsultasi dulu dengan DPR.