REPUBLIKA.CO.ID,KAIRO - Sedikitnya dua orang tewas dalam unjuk rasa anti pemerintah di Mesir akibat bentrokan antara demonstran dan aparat keamanan pada Selasa. Dua pengunjuk rasa tewas di kota Suez dan beberapa orang lagi luka-luka, kata pihak keamanan setempat, Rabu (26/1).
Sejumlah kota di Mesir pada Selasa dilanda aksi unjuk rasa yang terinspirasi oleh demonstrasi di Tunisia yang berhasil menggulingkan Presiden Zine Al Abidin Bin Ali dua pekan lalu. Pada Selasa (25/1) malam, polisi berupaya membubarkan ribuan orang berunjuk rasa di Bundaran Tahrir, pusat kota Kairo, yang meneriakkan yel-yel anti-Presiden Hosni Mubarak. Polisi menemabakkan gas air mata untuk membubarkan massa yang hendak menuju ke gedung parlemen di dekat Bundaran Tahrir, sejumlah orang termasuk beberapa polisi cedera dalam bentrokan di Bundaran Tahrir tersebut.
Sebelumnya, pada Senin (24/1), Presiden Mesir Hosni Mubarak memperingatkan para aktivis setempat untuk tidak meniru aksi protes gaya Tunisia yang menumbangkan pemerintah pimpinan Presiden Zine Al Abdidin Bin Ali.
Habib Al Adly yang membawahi kepolisian dan Dinas Keamaman Nasional (Amnud Daulah) mengambil tindakan tegas terhadap para pengunjuk rasa yang anarkis.
Mendagri Al Adly juga mengatakan pihaknya telah mengeluarkan perintah penangkapan terhadap para pengunjukrasa yang melanggar hukum. Kendati demikian, Mendagri Al-Adly membolehkan para pengunjuk rasa untuk menyampaikan inspirasi mereka, namun mewanti-wanti agar tidak mengganggu keamanan.
Para pengamat menilai politik Mesir saat ini dalam suasana panas sejak pemilihan parlemen pada November 2010 lalu yang disapu bersih oleh partai berkuasa, Partai Demokratik Nasional (National Democratic Party/NDP) pimpinan Presiden Mubarak.
Presiden Mubarak (83) -yang telah berkuasa selama 30 tahun sejak terbunuhnya Presiden Anwar Sadat pada 1981- sejauh ini belum menentukan sikap apakah akan mencalonkan diri atau tidak dalam pemilihan presiden itu.
Putra sulungnya, Gamal Mubarak, yang kini menduduki posisi strategis sebagai Asisten Sekretaris Jenderal NDP dan Kepala Kebijakan Politik partai berkuasa itu disebut-sebut bakal menggantikan ayahnya memimpin negeri berpenduduk 80 juta jiwa tersebut.
Para aktivis dan oposisi Mesir sebelumnya menyuarakan untuk menumbangkan pemerintah seperti yang terjadi di Tunisia.