REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Terdakwa kasus dugaan suap Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan, Putranevo A Prayugo, Selasa (8/3), dituntut tujuh tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). JPU juga menuntut Putranevo untuk membayar denda sebesar Rp 250 juta.
"Terdakwa Putranevo terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan melanggar pasal 2 Ayat 1 junto Ayat 1 UU/31/1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," ujar salah satu JPU, M Rum saat membacakan tuntutan di persidangan Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (8/3).
Atas perbuatannya itu, lanjut Rum, JPU menuntut Putranevo dihukum pidana penjara selama tujuh tahun dan denda Rp 250 juta subsider tiga tahun tahanan. Selain itu, JPU menuntut supaya Majelis Hakim untuk menghukum Putranevo untuk ganti rugi hasil kejahatannya sebesar Rp 89 miliar.
Pada persidangan itu, JPU menyebutkan beberapa hal yang memberatkan Putranevo, yaitu perbuatannya menguntungkan PT Masaro Radiokom selaku rekanan Departemen Kehutanan, namun merugikan keuangan negara. Terdakwa juga dianggap tidak menyesali perbuatannya dan melakukan perbuatannya itu disaat pemerintah sedang gencar memberantas korupsi. Sedangkan hal yang meringankan baginya adalah ia masih memiliki tanggungan keluarga.
Seperti diketahui, Putranevo adalah Presiden Direktur PT Masaro Radiocom, perusahaan yang menjadi rekanan Departemen Kehutanan dalam program revitalisasi jaringan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) pada tahun 2006-2007. Ia didakwa melakukan korupsi pada proyek tersebut dan diduga merugikan negara sebesar Rp 89,3 miliar.
Dia juga didakwa telah memberikan suap kepada pejabat Kemenhut dan anggota Komisi IV DPR persetujuan anggaran revitalisasi SKRT. PT Masaro merupakan perusahaan milik Anggoro Widjojo, kakak terpidana kasus percobaan suap pimpinan KPK Anggodo Widjojo.
Dalam dakwaan jaksa disebutkan, Putranefo tidak sendiri melakukan tindak pidana korupsi. Melainkan bersama Anggoro Widjojo, Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Dephut Wandjojo Siswanto, Kasubag Sarana Khusus Biro Umum Dephut Joni Aliando, dan Kabag Perlengkapan Biro Umum Dephut Aryono.
Pada pengadaan proyek SKRT tahun 2005, Putranefo telah meminta Aryono dan Wadjojo untuk menunjuk perusahaannya sebagai rekanan dan dicantumkan sebagai pelaksana pengadaan dalam usulan revisi III DIPA 69 tahun 2006 yang diajukan ke Komisi IV DPR. Rum menyatakan bahwa Wanjoyo membuat seolah-olah PT Masaro adalah agen tunggal pemegang tunggal merek Motorola yang memproduksi radio pada frekuensi 230-245 Mhz.
"Sebagai tanda terima kasih, terdakwa memberikan uang senilai Rp 20 juta dan USD 10 ribu kepada Wandjojo serta USD 20 ribu untuk Boen," ujar M Rum, JPU dari KPK pada sidang pembacaan dakwaan tahun lalu di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Sedangkan, Proyek revitalisasi jaringan SKRT tahun 2006 menghabiskan anggaran Rp 18,8 miliar. Sedangkan pekerjaan perluasan jariangan SKRT nilai kontraknya sebesar Rp 47,7 miliar. Pada proyek tahun 2006 itu, alat komunikasi yang disediakan PT Masaro sebenarnya produk lama dengan harga yang digelembungkan. Kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut mencapai Rp 30 miliar.