Senin 14 Mar 2011 06:50 WIB

AS Khawatir Kekerasan di Yaman

REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON--Amerika Serikat "sangat khawatir" atas korban-korban tewas dan cedera yang terus berjatuhan di kalangan pemrotes di Yaman dan mendesak "kekerasan segera diakhiri", kata seorang juru bicara kementerian luar negeri, Minggu. "AS sangat khawatir atas pemberitaan yang terus berlangsung mengenai kematian dan pencederaan pada demonstrasi di Yaman dalam sepekan ini," kata juru bicara kementerian itu Philip Crowley dalam sebuah pernyataan.

"Kami menyampaikan bela-sungkawa terdalam kami kepada keluarga dan kerabat mereka yang kehilangan nyawa," katanya. Ia menyampaikan pernyataan itu di tengah pemberitaan bahwa tiga orang tewas dan puluhan orang terluka dalam bentrokan antara pasukan keamanan dan pemrotes Minggu.

Sejumlah saksi mengatakan, puluhan orang terluka ketika polisi dan loyalis Partai Kongres Rakyat Umum yang berkuasa menyerang pemrotes di Lapangan Universitas dengan tembakan peluru amunisi dan gas air mata. "Penduduk di mana pun memiliki hak universal yang sama untuk berdemonstrasi secara damai dan berkumpul secara bebas dan mengungkapkan pendapat mereka. Kekerasan harus segera berhenti," kata Crowley.

"Kebuntuan politik saat ini hanya bisa diatasi ketika semua pihak terlibat dalam proses negosiasi dan dialog yang damai," tambah juru bicara AS itu. Dalam beberapa waktu terakhir ini protes meningkat untuk menentang pemerintah Presiden Ali Abdullah Saleh, yang berkuasa sejak 1978.

Belasan orang dikabarkan tewas sejak protes anti-pemerintah meletus pada 16 Februari. Saleh, yang negaranya dihimpit kemiskinan, saat ini berusaha menumpas Al-Qaeda, meredam gerakan separatisme di selatan dan menjaga gencatan senjata yang rapuh dengan pemberontak Syiah di wilayah utara.

Saleh mengamati kerusuhan yang meluas di dunia Arab dan telah mengisyaratkan bahwa ia akan berhenti setelah masa tugasnya berakhir pada 2013. Ia sebelumnya memangkas pajak dan menjanjikan kenaikan gaji bagi pegawai negeri dan tentara. Diilhami oleh pemberontakan yang menggulingkan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali pada Januari dan protes anti-pemerintah di Mesir yang akhirnya menggulingkan Presiden Hosni Mubarak pada Februari, demonstran Yaman juga menuntut pengunduran diri Saleh dalam beberapa waktu terakhir.

Yaman hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan. Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP). Para komandan militer AS telah mengusulkan anggaran 1,2 milyar dolar dalam lima tahun untuk pasukan keamanan Yaman, yang mencerminkan kekhawatiran yang meningkat atas keberadaan Al-Qaeda di kawasan tersebut, kata The Wall Street Journal bulan September. Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaeda memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.

Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaeda AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal. AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.

Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaeda. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia. Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini.

sumber : antara/AFP
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement