REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bea Cukai Pusat melalui Direktorat Penindakan dan Penyidikan (P2) berhasil membongkar modus penyelewengan fasilitas kepabeanan oleh perusahaan tekstil pada Sabtu (20/1) lalu. Perusahaan tekstil tersebut diduga melakukan ekspor fiktif yang berpotensi merugikan negara sekitar Rp 600 juta.
Petugas Bea Cukai telah melakukan penindakan terhadap dua mobil truk boks yang diduga mengangkut barang hasil ekspor fiktif yang melibatkan perusahaan tekstil penerima fasilitas Kawasan Berikat. Kedua truk tersebut berhasil ditegah pada saat melakukan pembongkaran barang di sekitaran wilayah pasar modern di Bekasi pada hari Sabtu, (18/1).
Direktur P2 Bahaduri Wijayanta Bekti Mukarta mengungkapkan penindakan tersebut berawal dari informasi intelijen yang diindikasikan akan terjadi pengeluaran barang ekspor konsolidasi dari gudang konsolidator dengan modus pemberitahuan tidak benar atau pengeluaran barang tanpa dokumen/pemberitahuan.
Petugas kemudian melakukan pemantauan dan pengumpulan informasi awal terhadap gudang konsolidator yang ada di wilayah Kantor Wilayah Bea Cukai Jakarta. Setelah informasi yang didapat telah cukup, tim petugas melakukan pengawasan dan pelacakan dan berhasil mendapati dua truk yang diduga berasal dari gudang konsolidator sedang melakukan pembongkaran barang di wilayah Bekasi, Jawa Barat.
“Setelah melalui proses pemeriksaan awal, didapati kedua truk melakukan pembongkaran barang ekspor konsolidasi tanpa dokumen yang sah. Petugas di lapangan kemudian berhasil menegah kedua sarana pengangkut berupa truk boks beserta 277 karton berisi tekstil dan produk tekstil (TPT) berupa pakaian jadi,” ungkap Wijayanta.
Tim juga mengamankan tiga orang pelaku yang bertanggung jawab di lokasi yang kemudian dibawa ke Kantor Pusat Bea Cukai untuk dimintai keterangan dan pemeriksaan lebih lanjut. “Setelah barang diperiksa, petugas memperkirakan nilai barang hasil penindakan yang berhasil ditegah sebesar Rp 600 juta. Kasus ini akan segera kami tindaklanjuti sesuai dengan peraturan yang berlaku,” pungkas Wijayanta.
Pihak-pihak yang terkait dalam kasus tersebut telah melanggar Undang-undang No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan Pasal 102A dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan pidana denda maksimal 5 miliar rupiah.