REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR--Kasus gizi buruk masih terus membayangi. Tidak terkecuali di Kabupaten Bogor. Berdasarkan data tahun 2010 Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor, tercatat per 18 Juni 2010, ada 147 balita yang mengalami gizi buruk.
“Balita gizi buruk lebih banyak terjadi pada warga yang tidak mampu ekonominya,” kata Kepala bidang Binaan Kesehatan Masyarakat (Binkesmas) Dinkes Kabupaten Bogor, dr. Wiwik Widiastuti kepada Republika, Jumat (2/7).
Angka penderita gizi buruk ini banyak dijumpai di Kecamatan Citeureup sebanyak 11 balita, Kecamatan Ciampea, Tanjungsari dan Cibungbulang masing-masing sebanyak 10 balita dan Ciomas sebanyak sembilan balita.
Sementara pada Mei 2010, ada 314 balita yang mengalami gizi buruk. Kasus lama sebanyak 181 kasus dan kasus baru sebanyak 133. Sedangkan tahun 2009 tercatat ada 308 balita gizi buruk di Kabupaten Bogor.
Wiwik mengatakan seorang balita baru bisa dibilang menderita gizi buruk apabila berat badan menurut tinggi badannya dibawah angka normal. “Selain itu disertai juga dengan tanda klinis seperti wajah tampak seperti orang tua, iga kelihatan, rambut tipis dan warnanya kemerahan, pantat kendur dan perut cekung,” ujar Wiwik.
Gizi buruk ini, sambung Wiwik, penyebabnya antara lain, balita yang tidak mendapat ASI eksklusif atau sudah mendapat makanan selain ASI sebelum umur enam bulan. Balita disapih sebelum umur dua tahun. Bisa juga karena balita menderita sakit dalam waktu lama, seperti diare, TBC dan batuk pilek.
Gizi buruk ini juga terbagi lagi ke dalam menjadi kategori kurus sekali, Marasmus dan Kwashiorkor. Marasmus biasanya ditandai dengan wajah balita seperti orang tua, rambut kemerahan dan pantat kendur. Sedangkan Kwashiorkor , ditandai dengan muka membulat, pandangan mata sayu dan rambut tipis. Data per 11 Juni 2010 menunjukkan, jumlah balita kurus sekali sebanyak 96 orang. Marasmus sebanyak 44 kasus.
Tahun 2010, ada sekitar sembilan balita penderita gizi buruk yang meninggal. “Hal ini bukan hanya saat mereka dirawat, tapi, karena masih banyak orang tua yang enggan dan malu datang ke Posyandu atau ke Puskesmas. Padahal tidak dipungut biaya untuk menimbang bayi mereka di Posyandu. Dan apabila sampai dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit kan ada Jamkesmas atau Jamkesda bagi keluarga miskin (gakin),” kata dia.
Wiwik menambahkan, balita penderita gizi buruk ini harus mendapatkan penanganan selama 180 hari atau enam bulan. “Harus sering-sering dipantau, untuk makanan yang diberikan pun harus yang cair seperti bubur susu, dan diberikan sedikit-sedikit tapi dalam waktunya sering,” kata dia.
Sementara itu, kata Asrijanti, Kasie Gizi Binkesmas Dinkes Kabupaten Bogor, mengatakan, tahun 2008 ada kasus balita Marasmus yang terakhir diberikan penanganan tahun 2009. “Ada di Kecamatan Sukaraja, inisialnya WP, berat awalnya 4,4 kilogram dengan panjang badan 68 sentimeter. 27 Mei 2009 kembali normal berat badannya,” kata dia