REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Rencana pembangunan enam ruas tol dalam kota masih terkendala. Pasalnya, proyek jalan bebas hambatan untuk mengurangi kemacetan di DKI itu, belum memiliki payung hukum yang jelas.
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan, proyek pembangunan enam ruas tol baru mendapat persetujuan dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU). Hanya saja, persetujuan tersebut belum bisa dijadikan landasan hukum karena izin tertulisnya belum ada. "Secara prinsip memang sudah. Tapi kita butuh payung hukum secara tertulis dari PU,” kata Fauzi Bowo di Jakarta, Jum'at (6/8).
Padahal, rute jalan tol sudah tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta, sesuai Peraturan daerah (Perda) tentang RTRW DKI. Bahkan, rute jalan bebas hambatan tersebut juga sudah tercantum dalam draft Raperda RTRW 2030 yang segera dibahas oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta. “Liat dari sisi mana? Peraturan hukum pengolaan tol atau Tata Ruang? Kalo Tata Ruang sudah ada aturannya, kalau pengelolan masih belum,” ujar Fauzi.
Adapun, rencana enam ruas tol yang akan dibangun yakni, Rawa Buaya - Sunter, Sunter - Pulogebang, Duripulo - Kampung Melayu, Ulujami - Tanah Abang, Kemayoran - Kampung Melayu, dan Pasar Minggu - Casablanca. Mengenai pelaksanaan proyek, Pemprov DKI Jakarta mendapat bagian saham sebesar 67 persen dari total nilai proyek. Sementara sisanya, yakni 33 persen akan ditenderkan.
“Share modalnya dalam bentuk equity (adil). Kita akan jadi bagian dari venture (usaha) tersebut sebesar 67 persen. Kita harus punya uang cukup. Misalnya, dana yang dibutuhkan sebesar Rp 1 triliun, maka Pemprov DKI harus menyediakan Rp 670 miliar,” kata Fauzi.
Keterlibatan Pemprov DKI dalam proyek ini sudah mendapat persetujuan dari Kementerian PU. Dengan keterlibatan tersebut, maka Pemprov DKI tidak hanya menjadi penonton dalam proyek tersebut.